TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang akhir gelombang kedua Ujian Tulis Berbasis Komputer pada Seleksi Nasional Berdasarkan Tes atau UTBK-SNBT, panitia pusat UTBK UPI di Tasikmalaya dikejutkan oleh temuan kasus perjokian pada Kamis, 25 Mei 2023. Modus dan peralatan yang digunakan disebut mirip dengan temuan kasus kecurangan sebelumnya di Pusat UTBK Universitas Sumatra Utara dan Bengkulu.
“Saya yakin jaringan sindikat ini nasional,” kata Ridwan Sutisna, Koordinator Teknologi Informasi dan Komunikasi Pusat UTBK UPI, Ahad malam, 28 Mei 2023.
Dengan perangkat yang mirip, menurut Ridwan, ada modifikasi pemasangan alat pada seorang peserta UTBK di Tasikmalaya. Kabel-kabel dipasang melekat pada tubuh, sementara perangkat lain diselundupkan secara terpisah ke ruang ujian. Perangkat elektronik yang terlarang itu sempat berhasil lolos dari pemeriksaan metal detector yang tidak sampai ditempelkan pada tubuh peserta.
Dari hasil penggalian keterangan oleh panitia ujian ke pelaku, diketahui handphone, kamera, dan baterai, disimpan di sepatu kanan dan kiri. Semua perangkat itu kemudian dirakit di kamar mandi. Kamera dipasang pada tangan yang tersambung dengan dua handphone dan dua unit baterai lithium. Untuk komunikasi searah dengan joki ujian, peserta dipasangi sebuah modem internet ukuran kecil.
Selain itu untuk mendengarkan suara joki, digunakan alat wireless headset yang ukurannya sangat kecil. Alat itu dimasukkan ke dalam kedua telinga peserta. “Waktu dia keluarkan sendiri alatnya itu harus pakai magnet,” kata Ridwan.
Pelaku mengaku ada tiga orang yang menyiapkan secara khusus pemasangan alat itu termasuk pakaian yang digunakan. Ketika hari ujian, peserta menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang hingga menutupi sepatu yang ukurannya besar.
Menurut Ridwan, peserta itu dibantu orang yang posisinya berada di Tasikmalaya. Lewat perangkat komunikasi yang terlarang dibawa, joki akan menjawabkan soal pertanyaan ke peserta. “Komunikasinya satu arah hanya dari joki ke peserta,” kata Ridwan.
Saat dimintai keterangan, pelaku sempat berkelit dan berbohong. Pun mengenai keberadaan ayahnya yang ternyata ikut mendampingi di Tasikmalaya. Menurut Ridwan, pelaku memilih ikut tes di Tasikmalaya padahal rumah dan sekolahnya berada di Jawa Timur. “Daftarnya juga kampus di Jawa Timur jurusan kedokteran,” ujarnya.
Setelah temuan kejadian itu, pengawas lebih mengetatkan pemeriksaan. Alat metal detector misalnya, lebih didekatkan ke tubuh peserta secara menyeluruh. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan tubuh dengan rabaan tangan pengawas sesuai jenis kelamin peserta.
“Pengawas juga diminta untuk memperhatikan peserta yang sering mengangkat tangan dari meja, jika perlu langsung dipegang saja pergelangan tangannya,” ujar Ridwan.
Dari keterangan ke pelaku, menurutnya, ada beberapa kesamaan lain temuan di Tasikmalaya dengan kasus kecurangan peserta UTBK di Sumatra yakni mereka hanya memilih satu dari dua pilihan kuliah di perguruan tinggi negeri, yaitu Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi. “Kami enggak tahu bagaimana joki itu bisa dapat data soal pilihan peserta,” katanya.
Soal biaya praktik perjokian itu, peserta mengaku membayar uang awal Rp 5 juta, sisanya akan dibayar kemudian. Sementara orang tua pelaku yang ditanya panitia ujian, tidak mengatakan secara gamblang. ”Dia menyebutkan bahwa disponsori oleh adiknya yang punya utang Rp 150 juta,” kata Ridwan.
Pilihan Editor: Pidato Kelulusannya Viral, Ini Sosok Mahasiswa Asal NTB yang Raih Gelar Doktor di Amerika Serikat