Mereka menanyai 118 sukarelawan untuk memilih salah satu di antaranya sebagai seorang pemimpin dalam berbagai skenario. Merreka diminta memilih pemimpin mana yang cocok selama masa perang; ketika harus menjaga perdamaian di antara dua kelompok; selama periode transisi; untuk memelihara stabilitas setelah bencana alam; dan ketika negara itu menghadapi risiko perang sipil.
Para peneliti juga mengubah wajah pria dan wanita itu agar tampak lebih muda atau lebih tua, dan bertanya kepada 145 sukarelawan untuk memilih seorang pemimpin dalam skenario serupa.
Dalam masa negara dilanda peperangan, para sukarelawan lebih menyukai pemimpin berwajah maskulin atau lebih tua, sebaliknya mereka memilih wajah feminin ketika pemeliharaan perdamaian antar kelompok menjadi prioritas. Yang menarik, urusan gender sama sekali tak dihiraukan para sukarelawan, perempuan berwajah maskulin mendapat lebih banyak dukungan dibandingkan pria yang berwajah feminin pada masa perang, begitu pula sebaliknya.
"Ini menunjukkan bahwa klasifikasi tradisional yang mengkotak-kotakkan pria dan wanita bukan isyarat relevan seperti yang kita bayangkan selama ini," kata Spisak dalam pertemuan European Human Behaviour and Evolution Association di St Andrews, Inggris, awal April.
Studi sebelumnya telah memberi petunjuk bahwa para pemilih lebih menyukai pemimpin bertampang maskulin di masa perang, karena tipe wajah ini diasosiasikan dengan watak dominan dan tegas dalam mengambil keputusan, kata Alexander Todorov dari Princeton University. "Yang baru di sini adalah baik maskulinitas atau femininitas, yang secara alami berkorelasi dengan gender, masih mempengaruhi pengambilan keputusan bahkan ketika tidak dikaitkan dengan gender."
Spisak dan Van Vugt juga menemukan bahwa paras muda lebih disukai pada masa transisi dan stabilitas, dengan perempuan muda sebagai pilihan teratas.
Spisak yakin karakteristik wajah kemungkinan besar telah memainkan peran dalam pemlihan presiden Amerika Serikat yang lalu, meski ada faktor lain yang juga terlibat di dalamnya. "Obama lebih mudah dijual," katanya. "Dia kandidat yang relatif lebih muda, dan dia berpegang pada pesan perubahan dan peralihan. Jika McCain mengampanyekan pesan perang yang lebih kuat dan konsisten, mungkin dia memiliki peluang yang lebih baik untuk menang."
TJANDRA DEWI | NEWSCIENTIST