Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Wajah Feminin atau Maskulin Tentukan Siapa yang Jadi Presiden  

image-gnews
Wajah feminin atau maskulin mempengaruhi pemilih menentukan siapa yang pantas memimpin dalam berbagai situasi.
Wajah feminin atau maskulin mempengaruhi pemilih menentukan siapa yang pantas memimpin dalam berbagai situasi.
Iklan
TEMPO Interaktif, London: Ciri seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik mungkin terpahat pada wajahnya, namun siapa di antara pria atau perempuan itu yang terpilih tampaknya ditentukan oleh kondisi negara tersebut. Untuk melihat apakah karakteristik wajah mempengaruhi pemilihan seorang presiden atau kepala negara, Brian Spisak dan Mark Van Vugt di University of Kent, Inggris, memanipulasi foto-foto wajah pria dan wanita di komputer untuk membuat tampang mereka terlihat lebih maskulin atau feminin.
Mereka menanyai 118 sukarelawan untuk memilih salah satu di antaranya sebagai seorang pemimpin dalam berbagai skenario. Merreka diminta memilih pemimpin mana yang cocok selama masa perang; ketika harus menjaga perdamaian di antara dua kelompok; selama periode transisi; untuk memelihara stabilitas setelah bencana alam; dan ketika negara itu menghadapi risiko perang sipil.
Para peneliti juga mengubah wajah pria dan wanita itu agar tampak lebih muda atau lebih tua, dan bertanya kepada 145 sukarelawan untuk memilih seorang pemimpin dalam skenario serupa.
Dalam masa negara dilanda peperangan, para sukarelawan lebih menyukai pemimpin berwajah maskulin atau lebih tua, sebaliknya mereka memilih wajah feminin ketika pemeliharaan perdamaian antar kelompok menjadi prioritas. Yang menarik, urusan gender sama sekali tak dihiraukan para sukarelawan, perempuan berwajah maskulin mendapat lebih banyak dukungan dibandingkan pria yang berwajah feminin pada masa perang, begitu pula sebaliknya.
"Ini menunjukkan bahwa klasifikasi tradisional yang mengkotak-kotakkan pria dan wanita bukan isyarat relevan seperti yang kita bayangkan selama ini," kata Spisak dalam pertemuan European Human Behaviour and Evolution Association di St Andrews, Inggris, awal April.
Studi sebelumnya telah memberi petunjuk bahwa para pemilih lebih menyukai pemimpin bertampang maskulin di masa perang, karena tipe wajah ini diasosiasikan dengan watak dominan dan tegas dalam mengambil keputusan, kata Alexander Todorov dari Princeton University. "Yang baru di sini adalah baik maskulinitas atau femininitas, yang secara alami berkorelasi dengan gender, masih mempengaruhi pengambilan keputusan bahkan ketika tidak dikaitkan dengan gender."
Spisak dan Van Vugt juga menemukan bahwa paras muda lebih disukai pada masa transisi dan stabilitas, dengan perempuan muda sebagai pilihan teratas.
Spisak yakin karakteristik wajah kemungkinan besar telah memainkan peran dalam pemlihan presiden Amerika Serikat yang lalu, meski ada faktor lain yang juga terlibat di dalamnya. "Obama lebih mudah dijual," katanya. "Dia kandidat yang relatif lebih muda, dan dia berpegang pada pesan perubahan dan peralihan. Jika McCain mengampanyekan pesan perang yang lebih kuat dan konsisten, mungkin dia memiliki peluang yang lebih baik untuk menang."
TJANDRA DEWI | NEWSCIENTIST
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.


DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.


Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Ketua DPR Setya Novanto melambaikan tangan sembari tertawa usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 15 Maret 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.


Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Putera sulung mantan Presiden SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (tengah) menyerahkan piala kepada Ketua Pelaksana Kejuaraan Asia Karate SBY Cup XIV Jackson AW Kumaat (keempat kiri) di Jakarta, 25 Februari 2017. ANTARA FOTO
Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini


Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Presiden Joko Widodo memberi pernyataan usai Rapim TNI, didampingi Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Cilangkap, 16 Januari 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.


Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Susilo Bambang Yudhoyono membacakan pidato politiknya usai ditetapkan menjadi ketum periode 2015-2020 dalam penutupan Kongres Demokrat di Surabaya, 13 Mei 2015. Dalam pidato politiknya SBY membacakan 10 rekomendasi hasil kongres untuk landasan kerja selama lima tahun kedepan. TEMPO/Nurdiansah
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.


Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Relawan membentangkan Bendera Merah Putih raksasa saat mengikuti kirab budaya menyambut Presiden ketujuh Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di kawasan MH Thamrin, Jakarta, 20 Oktober 2014. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.


Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Pendukung Jokowi-JK menggunduli rambutnya saat Pemilu Presiden 2014 di posko Relawan Keluarga Nusantara di Kuta, Bali, 9 Juli 2014. TEMPO/Johannes P. Christo
Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.


Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Pimpinan MPR terpilih, Ketua Zulkifli Hasan bersama Wakil Ketua (kiri-kanan) Hidayat Nur Wahid, H. Mahyuddin, Evert Erenst Mangindaan dan Oesman Sapta Odang berfoto bersama pada Sidang Paripurna pemilihan pimpinan MPR di Gedung Nusantara, Jakarta, 8 Oktober 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.


Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Jokowi. ANTARA/Rosa Panggabean
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.