TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia atau Aptisi, M.Budi Djatmiko, mengatakan akan membantu mahasiswa yang terdampak pencabutan izin operasional 23 perguruan tinggi swasta (PTS) oleh pemerintah.
Syaratnya, para mahasiswa secara perorangan atau kolektif membuat pengaduan secara tertulis ke Aptisi. “Ke saya bisa, kantor Aptisi di wilayah juga nanti mereka lapor ke saya,” katanya, Rabu 7 Juni 2023.
Sebelumnya menurut Budi, dia telah kedatangan dua orang ke rumah yaitu mahasiswa dan orang tua yang terdampak penutupan PTS. Pengaduan lain secara lisan oleh beberapa mahasiswa STMIK Tasikmalaya lewat daring. Beberapa keluhan mereka, menurut dia, seperti penutupan kampus secara tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Masalah lain yakni biaya untuk pindah kampus serta tidak terdaftarnya data mahasiswa di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi. Budi mengatakan ada kasus mahasiswa yang sudah kuliah tiga tahun, tapi terdaftar baru empat semester. Hal ini membuat mahasiswa tersebut harus membayar biaya semeter lebih banyak. “Kalau dia pindah (kampus) rugi dong dia dua semester. Juga biayanya kalau bayar Rp 5 juta per semester, belum biaya hidup,” ujarnya.
Setelah menerima pengaduan mahasiswa secara tertulis, Budi mengatakan akan memanggil PTS untuk bertanggung jawab. Menurutnya Aptisi telah punya pengalaman mediasi dari kasus penutupan PTS sebelumnya. Adapun jumlah mahasiswa yang terdampak mencapai ribuan orang. “Ya enggak apa-apa ribuan, pernah ada di beberapa daerah,” kata dia.
Proses kepindahan mahasiswa dari PTS yang ditutup itu, menurut Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah 4 Jawa Barat dan Banten Samsuri, harus melalui proses verifikasi dan validasi oleh lembaganya.
Tujuannya agar PTS penerima kepindahan mendapatkan informasi yang tepat dan data mahasiswa yang pindah ada di Pusat Data Pendidikan Tinggi. “Sebagian sudah berjalan begitu PTS atau yayasan mengajukan, kita langsung verifikasi dan validasi,” katanya Jumat pekan lalu.
Sampai pekan lalu, masih ada PTS di wilayah Jawa Barat dan Banten yang ditutup belum mengirimkan data mahasiswanya untuk diperiksa. Samsuri berharap pengiriman dari PTS bisa segera selesai. Data yang lengkap, menurutnya, bisa rampung diproses selama sepekan. “Kalau datanya sudah diproses, (mahasiswa) bisa langsung kuliah,” ujarnya.
Sebagian PTS ada yang sudah mengirimkan data hingga 80 persen. Namun begitu ada juga PTS yang belum mengirimkan sama sekali. “Kami tidak bisa memaksa, karena bisa dianggap punya kepentingan,” kata Samsuri.
Adapun Kementerian Pendidikan menutup 23 PTS karena ditengarai melakukan pelanggaran. Pelanggaran itu antara lain ditemukan PTS yang menerima mahasiswa baru dengan tujuan komersial. Ada juga PTS yang melakukan penyimpangan uang bantuan negara, misalnya Kartu Indonesia Pintar (KIP)-Kuliah.
Beberapa pelanggaran lain yaitu PTS yang tidak terakreditasi tapi mengeluarkan gelar akademik dan tidak melakukan proses pembelajaran sesuai standar nasional pendidikan.
Pilihan Editor:Cerita Mahasiswa Ikuti Kampus Mengajar: Ada Siswa Bawa Golok ke Sekolah