TEMPO.CO, Jakarta - Satelit Republik Indonesia alias Satelit Multifungsi Indonesia Raya 1 (Satria-1) segera meluncur ke luar angkasa pada Senin, 19 Juni 2023. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Satria-1 akan menjadi salah satu satelit terbesar se-Asia. Satria-1 bakal meluncur pada orbit 106 Bujur Timur dan aktif beroperasi mulai triwulan keempat tahun ini.
Perjalanan Awal
Proyek Satria-1 diinisiasi oleh Kominfo dan masuk ke dalam daftar Proyek Strategis Nasional pada 2018. Setelah melaksanakan serangkaian proses pelelangan, terbentuklah Badan Usaha Pelaksana bernama PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) yang terdiri atas beberapa perusahaan pemenang tender, yaitu Pasifik Satelit Nusantara, PINTAR Broadband, Nusantara Satelit Sejahtera, dan Dian Semesta Sentosa.
Estimasi anggaran Satria-1 untuk 15 tahun perancangan, pengoperasian, hingga pemeliharaan, yakni sekitar Rp 21,4 triliun. Perjanjian kerja sama konstruksi Satria-1 antara SNT dengan perusahaan asal Perancis, Thales Alenia Space (TAS), pun ditandatangani pada Kamis, 3 September 2020. Nilai kontraknya sebesar US$ 550 juta atau setara Rp 8 triliun.
TAS sebelumnya juga pernah menggarap satelit Nusantara II milik Pasifik Satelit Nusantara serta Palapa D yang dioperasikan oleh Indosat. Sementara itu, Satria-1 nantinya akan diluncurkan oleh SpaceX, perusahaan asal Amerika Serikat, dari wilayah Florida menggunakan roket Falcon 9-5500.
Kapasitas
Satria-1 didesain khusus untuk internet cepat, lengkap dengan teknologi Very High Throughput Satellite (VHTS) serta frekuensi Ku-Band berkapasitas 150 gigabita per detik. Untuk wujud fisik, satelit tersebut memiliki tinggi sekitar 6,5 meter dan bobot 4,5 ton.
Tujuan utama dibangunnya Satria-1 tidak lain adalah memperbaiki kekurangan konektivitas terhadap layanan publik pemerintahan di seluruh Indonesia, khususnya daerah terluar, terpencil, dan tertinggal (3T). Keberadaan proyek ini juga akan mendukung transformasi ekonomi digital bagi wilayah yang belum terjangkau jaringan internet.
Menurut Juru Bicara Kominfo, Dedy Permadi, pada 2020, masih ada setidaknya 12.548 desa yang belum terjangkau sinyal 4G yang memadai. Dengan dikerahkannya Satria-1, pemerintah berharap agar 150.000 titik layanan publik yang belum memiliki fasilitas internet bisa segera terdigitalisasi.
Ratusan ribu layanan publik tersebut mencakup 93.900 sekolah dan pesantren, 3.700 puskesmas dan rumah sakit, 3.900 layanan keamanan masyarakat, 47.900 kantor desa atau kelurahan, serta 600 lokasi lainnya.
11 Stasiun Bumi
Sementara proses pabrikasi Satria-1 berlangsung di Cannes, Prancis, Kominfo memulai pembangunan Stasiun Bumi di Cikarang, Jawa Barat, sejak Agustus 2018. Stasiun Bumi berfungsi sebagai jembatan angkasa telekomunikasi supaya jaringan internet supercepat dapat sampai ke daerah 3T.
Terdapat tiga jenis Stasiun Bumi Satria-1 yang disiapkan. Jenis pertama yaitu Pengendali Satelit Primer yang menjadi pusat kendali alur pergerakan satelit dan mengontrol proses penerimaan sinyal. Kemudian ada Network Operation Control (NOC) dengan fungsi mengawasi, mengendalikan, serta mencatat segala aktivitas jaringan untuk memastikannya berjalan sesuai standar. Terakhir adalah Gateway Satellite, semacam port atau hub yang mengirimkan data dua arah antara satelit dan local area network.
Selain Cikarang, sepuluh lokasi Stasiun Bumi lainnya berada di Batam, Banjarmasin, Tarakan, Pontianak, Kupang, Ambon, Manado, Manokwari, Timika, dan Jayapura.
NIA HEPPY | SYAHDI MUHARRAM | KOMINFO.GO.ID
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.