Penduduk Amerika Serikat memang harus waspada. Jumlah kasus flu babi di negara itu nomor dua terbesar setelah Meksiko. Dalam beberapa hari terakhir, kasus flu babi di negara itu mencapai lebih dari 244 kasus di 34 negara bagian.
Untuk mencegah kian meluasnya flu babi, vaksin adalah cara yang paling efektif selain berbagai tindakan lain, seperti obat antivirus dan kebersihan pribadi. Vaksin influenza umumnya mengandung virus dalam bentuk yang telah mati atau dilemahkan. Vaksin menyiapkan sistem imun tubuh untuk mempertahankan diri terhadap infeksi yang sesungguhnya.
Agar vaksin ini bisa memberikan perlindungan semaksimal mungkin, virus di dalamnya harus benar-benar cocok dengan virus "tipe liar" yang beredar di luar laboratorium. Mengingat virus H1N1 adalah virus baru, tak ada vaksin yang saat ini sesuai dengan komposisi virus yang menggabungkan empat strain virus tersebut.
Masalahnya, membuat vaksin influenza baru yang cocok dengan virus itu membutuhkan waktu empat sampai enam bulan. Marie-Paule Kieny, direktur inisiatif riset vaksin WHO, menyatakan pembuatan vaksin baru itu siap dilakukan segera setelah sampel virus yang dibutuhkan untuk memproduksi vaksin flu tersebut siap dikirim ke produsen vaksin pada pertengahan atau akhir Mei nanti.
Pemerintah Amerika Serikat berharap vaksin flu, baik untuk flu musiman maupun strain baru virus H1N1, siap pada musim gugur tahun ini. Menteri Kesehatan Amerika Serikat Kathleen Sebelius mengatakan pemerintah telah mempercepat produksi vaksin flu musiman, karena flu yang umum menyerang wilayah empat musim itu diperkirakan akan menginfeksi jutaan warganya. Penyakit yang sekilas sepele ini merenggut nyawa 36 ribu warga negara itu setiap tahun.
"Pada saat yang sama, kami akan menumbuhkan virus dan mengetes virus tersebut untuk menyerang H1N1 dan kami akan siap berproduksi bila tiba waktunya," kata Sebelius. "Jadi kami siap menghadapi keduanya."
WHO dan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) mencoba memutuskan apakah mereka akan menambahkan strain H1N1 baru ke dalam vaksin flu musiman untuk pengiriman stok vaksin ke Amerika belahan utara yang dimulai September mendatang.
Meski pemerintah Amerika belum memutuskan memproduksi vaksin flu babi secara besar-besaran, berbagai perusahaan telah memproduksi vaksin berisi campuran tiga virus influenza sebelum strain baru ini unjuk gigi. "Yang belum dipastikan saat ini, dan akan ditentukan oleh para ilmuwan nanti, adalah produksi vaksin H1N1 ini masuk akal, apakah kami benar-benar ingin melakukan produksi skala besar," kata Sebelius.
Saat ini ada empat pilihan, yaitu membiarkan strain baru itu terpisah dari vaksin campuran yang ada, mengganti komponen H1N1 yang ada sekarang dengan strain H1N1 baru, menawarkan vaksin flu babi H1N1, atau membuat vaksin baru yang dinamai vaksin quadrivalent, yang terdiri atas strain H1N1 babi yang baru, strain H1N1 musiman yang saat ini umum menginfeksi manusia, komponen H3N2, dan strain influenza B.
Pemerintah dan ilmuwan harus secepatnya mengambil keputusan, karena membuat formula vaksin influenza butuh waktu berbulan-bulan. Setiap tahun vaksin harus dibuat segar, alias selalu up to date dengan strain baru dari virus yang terus-menerus bermutasi.
Lebih dari belasan perusahaan pembuat vaksin telah mengantongi izin untuk memproduksi vaksin influenza. Kini mereka masih menunggu CDC dan WHO membuat contoh virus yang siap untuk dikembangkan.
Chris Viehbacher, pemimpin Sanofi-Aventis, perusahaan pembuat vaksin terbesar Eropa, menyatakan para ilmuwannya telah siap siaga membuat vaksin flu babi. Namun, mereka masih menunggu informasi. "Terlalu prematur untuk meramalkan berapa banyak vaksin yang harus kami produksi," kata Viehbacher. "Kami juga harus melihat berapa banyak antigen, unsur aktif dalam vaksin, yang dibutuhkan untuk setiap suntikan," dia melanjutkan.
"Masih terlalu dini untuk memproduksi apa pun," kata Sebelius. "Apa yang harus mereka lakukan saat ini adalah mengetesnya, memastikan mereka mendapat antidot yang tepat bagi strain virus ini sekaligus menentukan dosis yang benar serta mengambil keputusan berdasarkan sains apakah produksi vaksin skala besar memang diperlukan."
TJANDRA DEWI | REUTERS | WHO | AP | CDC