Negara-negara maju memang berkewajiban secara bersama untuk menurunkan emisi karbondioksida 5 persen di bawah tingkat 1990 pada tahun 2008-2012. Hal itu sesuai hasil United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Indonesia telah meratifikasi konvensi ini pada tahun 1994.
Kewajiban negara maju (disebut sebagai Annex I) itu dapat dilakukan sendiri-sendiri atau bersama melalui CDM, emissions trading dan joint implementation. CDM adalah mekanisme satu-satunya yang dapat melibatkan negara berkembang.
Salah satu perusahaan yang merintis proyek CDM adalah PT RMI Krakatau Karbonindo. Perusahaan ini telah menyelesaikan pembangunan pabrik pemurnian CO2 dengan kapasitas 3 ton per jam di Cilegon, Provinsi Banten. “Ini pabrik pemurnian CO2 pertama yang menggunakan emisi gas buang,” kata Rochmad Hadiwijoyo, Presiden Direktur PT RMI Krakatau.
Menurut Rochmad, pabrik miliknya berpotensi mendapatkan karbon kredit melalui skema Clean Development Mechanisme (CDM) sekitar 12 poundsterling per ton tiap tahunnya. Dia akan memaparkan proyeknya ke pertemuan awal The World Business Summit on Climate Change di Copenhagen, Denmark dua pekan lagi.
Menurut Agus Sari, krisis ekonomi global belakangan ini menekan harga karbon dunia. Korporasi sibuk menjual assets yang liquid, termasuk carbon credits sehingga menyebabkan over supply. Pasar sukarela, katanya, paling keras terhantam karena pemotongan anggaran di kalangan pembeli dan investor korporasi.
Untung Widyanto