TEMPO.CO, Jakarta - Warga Jakarta sempat gembira, pada Selasa, 12 September 2023, saat polusi udara di Jakarta dikabarkan sempat menurun. Langit yang cerah berwarna biru sempat terlihat. Namun, kegembiraan hanyalah sesaat, sebab pada hari Rabu, 13 September 2023 polusi udara kembali meningkat ditandai dengan langit yang berwarna kelabu. Apakah penyebab polusi kembali datang?
Menurut Didi Satiadi, peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat polusi udara di suatu tempat, seperti suhu, kecepatan angin, stabilitas atmosfer, hujan, kelembaban udara, topografi, siklus diurnal, siklus musiman dan lokasi geografis. "Sebagai contoh, kenaikan suhu dapat meningkatkan pembentukan polutan ozon di permukaan," ujar Didi lewat pesan singkat, Kamis, 14 September 2023.
Selain itu, kecepatan angin yang tinggi dapat membantu menyebarkan polusi udara secara lebih efektif dan mengurangi konsentrasinya di wilayah tertentu. Demikian pula stabilitas atmosfer berpengaruh terhadap tingkat polusi di suatu tempat.
Didi menjelaskan, pada kondisi atmosfer yang stabil, udara di dekat permukaan cenderung diam sehingga polusi meningkat. Sebaliknya, pada kondisi atmosfer yang tidak stabil, udara cenderung naik sehingga polusi menurun karena polutan dapat menyebar dengan lebih mudah.
Adanya inversi suhu, di mana lapisan udara panas menjebak lapisan udara dingin di permukaan, mengakibatkan udara yang stagnan dan meningkatkan polusi di tempat tersebut.
"Turunnya hujan dapat mencuci polutan di atmosfer dan mengurangi konsentrasinya," jelas Didi. Kelembaban yang tinggi juga dapat membantu menangkap partikulat dan mengurangi konsentrasi polutan. Lokasi dan intensitas sumber emisi di suatu daerah juga mempengaruhi tingkat polusi udara. Wilayah dengan banyak aktivitas industri dan kendaraan bermotor cenderung mengalami tingkat polusi yang tinggi.
Demikian pula kondisi topografi dan lokasi geografis dapat mempengaruhi pola angin dan penyebaran polutan. Lembah dapat menjebak polutan, sedangkan gunung dapat menghalangi penyebaran polutan. Daerah pesisir mengalami dinamika polusi udara yang berbeda karena adanya sirkulasi angin darat dan laut.
Selain itu, polusi udara mengalami variasi diurnal dan juga musiman. Pada pagi dan malam hari polusi udara cenderung lebih tinggi daripada siang hari. Demikian pula di musim kemarau polusi udara cenderung meningkat daripada di musim hujan.
Dari data konsentrasi PM2.5 (Particulate Matter 2.5 micron) dan kecepatan angin pada tanggal 11-14 September 2023 sekitar jam 16.00 dari www.ventusky.com menunjukkan konsentrasi PM2.5 yang tinggi di wilayah sekitar Jakarta. Konsentasi PM2.5 terlihat menurun pada hari Selasa, 12 September 2023, ketika kecepatan angin meningkat, tetapi kembali naik pada hari Rabu, 13 September 2023, ketika kecepatan angin berkurang.
Selain itu, dapat dilihat bahwa kondisi PM2.5 di Jakarta kemungkinan dapat dipengaruhi juga oleh transport jarak jauh PM2.5 dari Australia yang terbawa angin dan mencapai Jakarta sekitar hari Rabu, walaupun hal ini perlu dikonfirmasi lebih jauh di lapangan.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.