TEMPO.CO, Jakarta - Adanya tindakan kekerasan dalam berbagai bentuk di lingkungan pendidikan mendorong pemerintah untuk mengeluarkan regulasi guna menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat dan aman. Dalam hal ini, menurut Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Chatarina Muliana, perlu adanya harmonisasi antara pemerintah pusat dan daerah (pemda).
Kemendikbudristek baru saja melahirkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Peraturan ini menjadi acuan utama untuk mengatur dan memastikan bagaimana kekerasan di dalam lingkungan satuan pendidikan dapat dicegah dan bila telah terjadi dapat ditangani dengan benar.
Cita-cita dari peraturan ini adalah untuk melindungi peserta didik agar mendapatkan pendidikan yang aman, nyaman dan menyenangkan. Selain untuk memberikan rasa aman bagi peserta didik, para pendidik dan tenaga kependidikan, harus mendapatkan perlindungan dalam bekerja.
Chatarina menegaskan pentingnya memastikan bahwa prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan telah dijalankan dengan menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat dan nyaman. Maka dari itu, pemerintah melalui Kemendikbudristek telah menggodok kebijakan yang dimaksudkan untuk menjauhkan kekerasan dari lingkungan pendidikan.
"Apa yang harus dilakukan pemda? Mereka harus membentuk satuan tugas (satgas) di tingkat daerah atau memastikan bahwa sekolah membentuk tim pencegahan dan penanganan kekerasan," ulasnya dalam Diskusi Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan dengan Media, di Hotel Mercure pada Sabtu, 16 September 2023.
Melalui Unit Pelaksana Teknis di daerah, kata Chatarina, pihaknya dapat memastikan bahwa pemda berpegang pada Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 sebagai pedoman utamanya. Pemda harus menyusun petunjuk teknis sebagai turunan dari Permendikbud tersebut.
Berkaca pada peraturan tersebut, maka pemda bertindak sebagai pembuat kebijakan untuk daerah dan pemerintah pusat sebagai pengawas. "Jadi, kita pastikan kepatuhannya. Kita menjadi fasilitator, memberikan konsultasi apabila mereka tidak tahu bagaimana menerjemahkan Permendikbud," kata Chatarina.
Jika menilik hasil berbagai survei, tak dapat dipungkiri bahwa saat ini Indonesia dalam kondisi darurat kekerasan, termasuk terhadap anak. Misalnya terlihat pada hasil Asesmen Nasional tahun 2022.
Sebanyak 34,51 persen peserta didik atau 1 dari 3 peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual. Kemudian, sebanyak 26,9 persen peserta didik atau 1 dari 4 peserta didik berpotensi mengalami hukuman fisik. Sedangkan 36,31 persen peserta didik atau 1 dari 3 peserta didik berpotensi mengalami perundungan.
Pilihan Editor: Kasus Perundungan Dokter, Dekan FK UI Jelaskan Soal Kondisi Praktik Pendidikan Kedokteran di RS