Hari itu Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, menggelar kontes di bidang metrologi atau ilmu pengukuran tingkat SMA di kantornya di di kompleks PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang, Banten. Tahun ini, Metrologi Challenge--nama kontes itu--mengundang 23 tim yang datang dari Depok, Tangerang, dan Jakarta.
Tantangan dikemas dalam dua bentuk: tertulis dan praktek. Setiap tim yang terdiri atas tiga siswa harus menyelesaikan 40 soal tentang pengetahuan serta pemahaman atas besaran dan pengukuran dalam tes yang pertama. Kepala Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi, Husein Avicenna Akil, menyebut semua besaran dan pengukuran itu sebenarnya sudah menyatu dalam pelajaran fisika di bangku sekolah.
Adit dan Arina, siswa kelas dua dari SMA 70 Jakarta, mengakuinya. "Semua ada, tapi kadang saya masih bingung membedakan metrologi dari meteorologi (ilmu cuaca)," kata Adit.
Nur Tjahyo Eka, ketua panitia, menjelaskan bahwa tes tertulis didesain agar para siswa menjawab seluruh soal yang diberikan demi bisa mendapatkan gambaran seberapa jauh mereka mengenal metrologi. Dari tes itu lalu dipilih lima tim terbaik yang berhak lolos ke tes praktek. "Kami terpaksa hanya memilih lima tim saja karena alat yang ada terbatas," ujar Nur.
Ada lima meja yang harus dilalui setiap tim dalam tes praktek. Kelimanya mewakili peralatan atau instrumen yang dianggap cukup dikenal masyarakat luas. Piston, pinset, dan timbangan digital di atas mewakili laboratorium massa. Empat meja lainnya memperkenalkan laboratorium kelistrikan (gabungan dan resistansi), suhu, dan dimensi panjang.
Di setiap meja itu sudah ada prosedur yang harus digunakan dalam menuai data dan analisisnya. Disediakan pula perlengkapan sarung tangan. "Sikap kerja memang sangat kami perhatikan," kata Nur, "Satu unsur yang juga penting dalam bekerja di laboratorium adalah memperlakukan alat dan barang dengan semestinya demi akurasi dan presisi data."
Rabu sore lalu, tim dari Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Tangerang akhirnya ditetapkan sebagai juara pertama. Mereka berhak atas hadiah uang tunai Rp 4 juta. Secara keseluruhan, Renanta Hayu, ketua tim juri, menilai para siswa sudah cukup mengenal dan memahami metrologi. "Kisaran nilai untuk soal tertulis cukup rapat, sedangkan untuk praktek kami tinggal menilai cara mengukur yang benar," katanya.
WURAGIL