TEMPO Interaktif, Jakarta: Setelah hampir setengah abad mendominasi eksplorasi Mars, Amerika Serikat kini dipaksa melakukan merjer. Pengencangan ikat pinggang dalam belanja teknologi membuat NASA menjajaki eksplorasi planet tetangga itu bareng ESA, Badan Antariksa Eropa.
Keduanya mungkin akan bekerja sama per 2016 dan detil untuk kerjabareng itu disebut-sebut akan rampung akhir bulan ini. “Saat ini kemitraan memang menjadi kesempatan terbaik untuk mengejar tujuan-tujuan ilmiah bersama asalkan kita bisa menghilangkan sedikit ego dan nasionalisme,” begitu kata Kepala Bagian Sains Antariksa NASA, Ed Weiler, Mei lalu.
Sebuah presentasi NASA di hadapan komunitas ilmiah Mars dua bulan sebelumnya juga mengindikasikan kalau kedua badan antariksa bisa saling ganti memimpin. Pada prinsipnya, keduanya sudah bersedia untuk bekerja sama. “Diskusi tidak lagi pada kata 'bilamana', tapi 'bagaimana' kita bisa bekerja bersama,” ungkap Marcello Coradini dari ESA.
Diskusi itu berpangkal dari masalah uang. Setelah menunda peluncuran Mars Science Laboratory hingga 2011, NASA kini juga harus merasionalisasi visinya memiliki wahana penjelajah Mars di masa depan yang menggunakan tenaga nuklir.
Eropa bukan berarti tak punya masalah dana. Mereka juga masih kesulitan mewujudkan misi ExoMars yang dijadwalkan meluncur 2016. “Ini adalah kemitran yang sulit kaerna masing-masing dari kami memiliki misi dan menggabungkan dua misi itu sulit,” ujar Doug McCuistion, ketua program eksplorasi Mars NASA.
Yang juga masih belum disepakati adalah siapa yang akan membayar biaya roket peluncur. Untuk diketahui pula ESA belum pernah sukses mendaratkan wahana di Mars meski mereka sudah memiliki wahana pengorbit planet merah itu. Sedang Amerika sudah jauh berpengalaman mulai dari kiriman gambar-gambarnya yang hitam putih sampai temuan terbarunya: es.
(AP)