TEMPO Interaktif, Jakarta: Tak bisa dimungkiri, BlackBerry sedang menjadi sebuah gaya hidup baru di antara masyarakat perkotaan besar saat ini. Sayang, popularitasnya diikuti maraknya penggandaan PIN.
PIN adalah kode identitas untuk menghubungkan handset dengan server Research in Motion (RIM), perusahaan pembuat BlackBerry. Dengan PIN ini pula pengguna bisa mengakses Internet. PIN itulah yang kini dikloning alias digandakan.
"Keluhan soal PIN ini mulai muncul pada Desember 2008," kata Abul A'la Almaujudy, 33 tahun, seorang penggiat komunitas BlackBerry Indonesia. "Terjadi ketika banjir produk BlackBerry dari Cina."
Menurut Abul, produk asal Cina itu sebetulnya barang asli tapi bekas yang sudah tidak bisa digunakan lagi. Di Cina perangkat-perangkat itu lantas dibuatkan PIN, yang dikloning dari handset BlackBerry lain.
Saat sampai di Indonesia, handset BlackBerry itu dijual secara retail. Padahal penjualan BlackBerry di Indonesia sejatinya melalui operator yang ditunjuk RIM, yaitu Indosat, XL, Telkomsel, dan Axis. Alhasil, kasus penggandaan PIN pun tak terelakkan.
Munculnya PIN kloning ini telah membuat RIM bertindak. Perusahaan asal Kanada itu pernah melakukan suspensi massal. Mereka yang terkena takkan bisa lagi mengakses Internet dan server RIM.
Masalahnya, kaya Abul, suspensi ini juga dialami pengguna BlackBerry yang membeli dari operator. Mereka inilah korban sesungguhnya permasalahan tersebut.
Karena itu, Abul menyarankan pengguna memeriksa PIN handset-nya. Caranya dengan mencocokkan nomor PIN di belakang baterai dengan PIN yang tertulis di perangkat penjualan atau kardus.
Manajer Broadband BlackBerry dan 3G XL, Handono Warih, mengatakan penggandaan PIN terjadi lantaran kasus bocornya perangkat lunak internal RIM. Kasus di Indonesia mencuat lebih besar ketimbang di negara lain lantaran maraknya BlackBerry di pasar gelap.
"Demand terhadap BlackBerry ini tinggi, sementara operator tidak bisa memenuhi kebutuhan itu. Pengguna akhirnya berusaha mencari dari luar operator. Nah, black market pun bermunculan," ujar Handono.
Indosat pun setali tiga uang. Direktur Marketing Indosat Guntur Siboro mengatakan, dari seluruh pelanggan mereka, hanya 20 persen yang membeli perangkat langsung dari Indosat.
Tapi memang tak semua barang ilegal. "Bisa saja ada yang membeli di Singapura atau titip temannya di luar negeri," ujar Guntur. Dia menambahkan, untuk kasus handset tersuspensi, pihaknya akan mengganti dengan yang baru bila memang betul dibeli melalui Indosat.
Adapun dari RIM, sampai berita ini diturunkan belum ada tanggapan apa pun. Surat elektronik yang dikirimkan iTempo kepada pihak RIM Asia-Pasifik, yang berbasis di Singapura, tak berbalas.
DEDDY SINAGA | KARTIKA CANDRA