Robot yang didandani dengan kebaya hijau muda dan selendang itu adalah salah satu dari 12 robot yang dipertandingkan dalam Kontes Robot Seni Indonesia tingkat nasional. Hampir semua robot dirancang dan dihias menyerupai penari jaipong, dari kain panjang yang melilit bagian bawah robot sampai kepala boneka berkonde.
Berbagai upaya dilakukan oleh tim robotika agar robotnya bisa melenggok mengikuti irama, baik menggunakan sensor suara kabel maupun nirkabel. Namun, pada prakteknya tak semudah itu membuat robot menari, bahkan ada robot yang tidak bergerak saat musik diputar. Sebaliknya, saat musik berhenti, ada robot yang terus berjoget hingga terjatuh. "Ini baru pertama kali robot dirancang khusus untuk bisa menari jaipong," kata Aris Darmawan, ketua tim pembuat robot Sri dari Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS).
Tak mengherankan bila tim PENS amat tegang mengawasi keluwesan gerak Sri berjaipongan di pentas. Mereka khawatir robot itu ke luar dari radius 200 milimeter yang ditetapkan panitia. Jika ke luar lingkaran, robot dinyatakan harus mengulang.
Tim mahasiswa PENS yang terdiri atas Arif, Ahmad Rozak, dan Sugeng Priyono itu membutuhkan waktu enam bulan untuk merancang Sri. Dibantu seorang dosen pembimbing, mereka rajin mencari bahan dari Internet yang bisa dijadikan acuan dalam membuat robot yang bisa menari. Berbeda dengan robot yang dilombakan pada kontes robot Indonesia (KRI) atau Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI), sendi-sendi tangan, leher, dan kaki robot harus bisa bergerak luwes.
Para mahasiswa juga ditantang mencari algoritma pemrograman serta bahan robot yang akan digunakan. Tim PENS menghabiskan dana yang tidak sedikit untuk membuat robot Sri, mencapai Rp 25 juta.
Robot lain yang menarik perhatian dalam kontes yang baru pertama kalinya dipertandingkan itu adalah Tannia, yang ukurannya sama dengan manusia dewasa. Kemiripannya dengan manusia membuat Tannia seolah penari jaipong asli, apalagi dilengkapi kostum warna krem dan selendang. "Sengaja dibuat sebanding dengan ukuran manusia supaya lebih menarik, tidak hanya seperti boneka," kata Dwi Arman Prasetyo, dosen pembimbing tim Universitas Merdeka Malang yang membuat Tannia.
Untuk membuat Tannia menari, tim dari Malang itu menggunakan kepala maneken, 24 motor servo, 10 motor power window mobil, 2 buah accu kering 12 volt, dan micro-controller sebagai otaknya. Adapun rangka Tannia dibuat dari aluminium. "Micro-
controller berupa chip AVR 8535, sedangkan untuk software, kami menggunakan program basic stamp," kata Dwi.
Meski berhasil menyedot perhatian penonton, Tannia ataupun Sri harus mengakui keunggulan robot ELIT buatan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang. Berbeda dengan robot jaipong lain, ELIT tidak menggunakan mesin servo sebagai motor utamanya, melainkan motor DC. "Tim menggunakan motor DC bekas sebanyak 15 buah untuk penggerak robot," kata Komang Somawirata, dosen pembimbing tim. "Semuanya kami beli di pasar loak."
Tak mengherankan bila Komang berani menyatakan bahwa ELIT adalah robot termurah. Biaya yang dikeluarkan untuk mendandani robot ini hanya Rp 6 juta. Bandingkan dengan robot lain yang ongkosnya rata-rata lebih dari Rp 20 juta.
MUH SYAIFULLAH