Pertumbuhan jagat film Indonesia tentu juga memancing para penggemar film menjadi "kritikus dadakan". Tak cuma dalam pergaulan sehari-hari, tapi juga tampak dalam pergaulan di ranah maya. Kalangan blogger dan komunitas sejumlah milis tak jarang memunculkan topik diskusi soal film.
Meroketnya animo tentang film di kalangan pengguna Internet inilah yang mendorong blogger Iman Brotoseno mendirikan situs Bicara Film (http://bicarafilm.com). "Banyak teman blogger yang antusias berdiskusi dan ingin tahu tentang film, misalnya di mana pembuatan atau kenapa film iklan harganya bisa miliaran," ujarnya kepada iTempo, Selasa lalu.
Baca Juga:
Namun, Bicara Film bukan sekadar situs untuk menggelar diskusi melalui media daring. Selain membentuk komunitas di ruang maya, Bicara Film bakal menggelar diskusi offline alias kopi darat. Di sini semua orang bisa berbincang dan tukar pengalaman tentang film. Seperti moto situs ini, "Semua bisa bicara. Tak cukup hanya nonton."
Situs tersebut kini masih dalam tahap pengembangan. Jika Anda mengaksesnya, belum banyak menu atau content yang tersedia. Iman mengungkapkan, situs ini sedang dikembangkan menggunakan konsep web 2.0, yang dilengkapi fitur-fitur interaktif agar semua orang bisa berdiskusi tentang film dan memberi peringkat dengan lebih dinamis.
Selain diskusi film, Iman akan melengkapi situsnya itu dengan cerita pembuatan film, agenda film, dan resensi oleh para kritikus film. "Beberapa teman film sudah memberi sinyal positif untuk menyumbang resensinya," ujar pria 42 tahun ini.
Tak tertutup kemungkinan para blogger juga akan menjadi penulis tetap situs ini. Kendati bukan "orang film", mereka bisa saja memiliki perspektif berbeda. "Mereka yang bukan orang film ini justru menjadi hakim dari sebuah film, mereka ini yang mencela jika film itu buruk, atau memuji jika film itu bagus."
Mereka jualah yang sebenarnya menjadi simpul-simpul dunia perfilman nasional itu sendiri. "Tanpa disadari, mereka ini yang selalu setia membeli tiket dan menonton film-film Indonesia. Cuma, mereka tak tahu harus ke mana membahasnya," kata ayah dua orang anak ini.
Karena itu, Iman, yang dibantu rekannya, blogger ini akan memilah tulisan resensi dalam kategori-kategori tertentu. Misalnya resensi dari praktisi atau "orang film" itu sendiri, atau resensi dari para blogger.
Kendati mengutamakan pembahasan pada film lokal, Bicara Film tak menutup kemungkinan adanya diskusi soal film asing. Produk Hollywood misalnya, "Kan tetap menjadi barometer dunia perfilman," ujarnya. Iman tak khawatir karena banyak kalangan yang bersedia mendukung langkahnya membentuk komunitas ini. "Bukan mengajak menjadi orang film, tapi sebagai jembatan untuk mengetahui tentang film."
Bicara Film pun mendapat sambutan cukup luas. Ini terbukti dengan hadirnya sejumlah penggiat film yang namanya cukup beken dalam peluncuran komunitas ini di Komunitas Salihara, Pasar Minggu, semalam. Iman tak mengutamakan seremonialnya. "Tapi lebih penting agar teman-teman film bisa berbagi informasi apa pun tentang film, baik film dokumenter, iklan, animasi, FTV, video clip, bahkan sinetron sekalipun."
Maraknya sambutan ini juga lantaran strategi Iman mempopulerkan komunitas Bicara Film dengan singkatan BF. "Karena BF kan konotasinya agak berbau nakal," ujarnya. Memang, BF lebih identik dengan "blue film" atau film yang menjual adegan seks.
Tapi Bicara Film tentu berbeda. Tujuannya saja sudah berbeda, yakni, "Menumbuhkan rasa cinta terhadap film Indonesia," kata Iman. Tentu saja film-film Indonesia yang bermutu dan tidak nakal, kan?
DIMAS