Kompetisi robot terbesar di dunia versi Guinness Book of Records itu diikuti 403 robot dari 18 negara yang bertarung dalam 70 kategori. DU-114 bertanding di kategori robot pemadam kebakaran otomatis. Kategori ini termasuk yang tersulit, karena robot harus otonom, bergerak dan mengambil keputusan sendiri tanpa intervensi manusia.
Sang robot diuji untuk mencari dan memadamkan api (berupa api lilin) di sebuah rumah simulasi yang terdiri atas empat ruang, lorong, dinding, pintu, anak tangga, dan perabotan rumah tangga. Pemenangnya adalah robot yang dapat memadamkan api tanpa menyentuh dinding.
“Kategori ini diikuti oleh sembilan tim dari universitas dan komunitas robotika di Amerika Serikat dan Inggris serta dua tim dari Indonesia,” ujar Yusrila Y. Kerlooza, dosen pembimbing tim Indonesia.
Indonesia menerjunkan tim DU-114 dan tim NEXT-116. Nama-nama robot ini diambil dari alamat kampus mahasiswa pembuatnya yang terletak di Jalan Dipati Ukur Nomor 114, bersebelahan dengan bangunan nomor 116. Kedua robot itu dirancang Rodi Hartono dan Stevanus Akbar Alexander.
Dalam kompetisi itu, DU-114 meraih nilai sempurna setelah melewati semua ujian itu dengan mulus dalam tiga kali kesempatan. Robot dari Paris van Java itu pun meraih kemenangan dan menyingkirkan para pesaingnya, termasuk juara bertahan empat tahun berturut-turut dari University of Akron. Bahkan, robot Indonesia berhak mendapat semua bonus yang ada dan mengambil mode tersulit yang ada, yaitu naik anak tangga, melewati rintangan, mengatasi gangguan sorotan cahaya matahari, dan suara berisik penonton.
Menurut Yusrila, tim NEXT-116 juga mendapat pujian dari para peserta karena penampilannya. Robot berkaki enam yang mereka tampilkan menjadi satu-satunya robot berkaki pada kategori ini. Dia bahkan mampu menaiki tangga, jenis rintangan yang banyak menggugurkan para robot beroda. Sayangnya, robot yang seukuran mirip dengan DU-114 itu gagal dalam kesempatan ketiga, sehingga harus puas berada di peringkat kelima.
Kedua robot ini pernah bertarung dalam sejumlah kompetisi robot tingkat regional dan nasional serta menyabet Juara Satu Divisi Senior Beroda Kontes Robot Cerdas Indonesia 2007 dan Juara Satu Divisi Senior Berkaki Kontes Robot Cerdas Indonesia 2008.
Atas keberhasilan itu, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo menjanjikan beasiswa dan medali Satya Lencana dari Presiden Indonesia bagi Rodi dan Stevanus. “Mereka boleh melanjutkan studi hingga meraih gelar doktor tanpa biaya,” ujar Rektor Universitas Komputer Indonesia Eddy Soeryanto Soegoto, pekan lalu.
Memadamkan Api San Francisco
Robot beroda delapan seukuran kotak kardus mi instan itu bernama DU-114. Bentuknya mirip tank waja mainan. Tapi robot bikinan tim Universitas Komputer Indonesia, Bandung, itu jago memadamkan api dan meraih medali emas di ajang International Robogames 2009 di Fort Mason, San Francisco, Amerika Serikat, pada 14 Juni lalu.
Kompetisi robot terbesar di dunia versi Guinness Book of Records itu diikuti 403 robot dari 18 negara yang bertarung dalam 70 kategori. DU-114 bertanding di kategori robot pemadam kebakaran otomatis. Kategori ini termasuk yang tersulit, karena robot harus otonom, bergerak dan mengambil keputusan sendiri tanpa intervensi manusia.
Sang robot diuji untuk mencari dan memadamkan api (berupa api lilin) di sebuah rumah simulasi yang terdiri atas empat ruang, lorong, dinding, pintu, anak tangga, dan perabotan rumah tangga. Pemenangnya adalah robot yang dapat memadamkan api tanpa menyentuh dinding.
“Kategori ini diikuti oleh sembilan tim dari universitas dan komunitas robotika di Amerika Serikat dan Inggris serta dua tim dari Indonesia,” ujar Yusrila Y. Kerlooza, dosen pembimbing tim Indonesia.
Indonesia menerjunkan tim DU-114 dan tim NEXT-116. Nama-nama robot ini diambil dari alamat kampus mahasiswa pembuatnya yang terletak di Jalan Dipati Ukur Nomor 114, bersebelahan dengan bangunan nomor 116. Kedua robot itu dirancang Rodi Hartono dan Stevanus Akbar Alexander.
Dalam kompetisi itu, DU-114 meraih nilai sempurna setelah melewati semua ujian itu dengan mulus dalam tiga kali kesempatan. Robot dari Paris van Java itu pun meraih kemenangan dan menyingkirkan para pesaingnya, termasuk juara bertahan empat tahun berturut-turut dari University of Akron. Bahkan, robot Indonesia berhak mendapat semua bonus yang ada dan mengambil mode tersulit yang ada, yaitu naik anak tangga, melewati rintangan, mengatasi gangguan sorotan cahaya matahari, dan suara berisik penonton.
Menurut Yusrila, tim NEXT-116 juga mendapat pujian dari para peserta karena penampilannya. Robot berkaki enam yang mereka tampilkan menjadi satu-satunya robot berkaki pada kategori ini. Dia bahkan mampu menaiki tangga, jenis rintangan yang banyak menggugurkan para robot beroda. Sayangnya, robot yang seukuran mirip dengan DU-114 itu gagal dalam kesempatan ketiga, sehingga harus puas berada di peringkat kelima.
Kedua robot ini pernah bertarung dalam sejumlah kompetisi robot tingkat regional dan nasional serta menyabet Juara Satu Divisi Senior Beroda Kontes Robot Cerdas Indonesia 2007 dan Juara Satu Divisi Senior Berkaki Kontes Robot Cerdas Indonesia 2008.
Atas keberhasilan itu, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo menjanjikan beasiswa dan medali Satya Lencana dari Presiden Indonesia bagi Rodi dan Stevanus. “Mereka boleh melanjutkan studi hingga meraih gelar doktor tanpa biaya,” ujar Rektor Universitas Komputer Indonesia Eddy Soeryanto Soegoto, pekan lalu.
Rana Akbari Fitriawan