Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Semangat Gore Telah Menyebar  

image-gnews
Peserta dari Indonesia pada The Climate Project Asia Pacific Summit
Peserta dari Indonesia pada The Climate Project Asia Pacific Summit
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta - Kamera digital milik kantor segera saya ganti baterainya. Swary Utami Dewi, rekan dari Indonesia yang satu meja dengan saya, mengeluarkan kain tenun dari Kalimantan Selatan. Kami bersiap menyambut Al Gore yang akan memasuki gedung The Arts Center di 100 St. Kilda Road, Melbourne, Australia. "Sudah saya siapkan dari rumah dan akan saya berikan kepada Gore," kata Tami yang tinggal di Banjarbaru.

Ketika mantan wakil presiden Amerika Serikat itu memasuki gedung, 261 peserta The Climate Project Asia Pacific Summit serentak berdiri dan memberikan tepuk tangan selama tiga menit. Pada Ahad, 12 Juli pukul 12.30 waktu Melbourne itu tak ada dasi yang menggantung di leher Gore. Baju biru muda yang dibalut jas berwarna hitam melengkapi sosok penerima Hadiah Nobel bidang Perdamaian pada 2007 karena jasanya mengkampanyekan isu pemanasan global dan perubahan iklim.

Selama 10 menit dia bicara pengalaman pribadi. Dari anak-anaknya hingga alasannya terlibat persoalan pemanasan global. Baru setelah itu pemimpin lembaga The Climate Project ini memaparkan 219 slide yang biasa dia bawakan ketika memberikan pelatihan bagi sukarelawan lembaganya. Sebagian besar slide ada dalam bukunya berjudul An Inconvenient Truth: The Planetary Emergency of Global Warming and What We Can Do About It. Pada 2007, dia membuat film berjudul An Inconvenient Truth yang meraih hadiah Oscar untuk kategori film dokumenter. Ada slide baru seperti foto-foto kebakaran hutan di Australia pada Februari 2009 dan banjir di Brasil pada Mei 2009.

The Climate Project Asia Pacific Summit di Melbourne berlangsung pada 11-13 Juli 2009. Pelatihan ini diselenggarakan The Climate Project yang dipimpin oleh Al Gore dan Australian Conservation Foundation. Pelatihan sebelumnya berlangsung di Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris. Peserta yang lulus menyandang predikat presenter dan memiliki kewajiban melakukan aktivitas atau pemaparan tentang perubahan iklim di negaranya. Mereka bisa melatih orang lain menjadi connector.

Dari Indonesia, baru Dr Amanda Katili yang menyandang gelar presenter. Staf Khusus Menteri Negara Lingkungan ini hadir pada empat kali pelatihan yang diadakan The Climate Project. Di Melbourne, ada 53 warga Indonesia yang lolos seleksi panitia penyelenggara. Profesi mereka beragam, dari dosen, pejabat departemen dan Dewan Nasional Perubahan Iklim, pegawai bank dan perusahaan migas serta swasta lainnya, wartawan, hingga aktivis lembaga nonpemerintah. "Agar kesadaran tentang isu perubahan iklim meluas di berbagai kelompok masyarakat," ujar Amanda yang didapuk Al Gore merintis berdirinya The Climate Project Indonesia.

Selain Indonesia, 19 negara lain di Asia Pasifik mengirimkan utusan ke Melbourne, antara lain Australia, Selandia Baru, Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura, Myanmar, India, Pakistan, Bangladesh, Cina, Hong Kong, Papua Nugini, Fiji, Nauru, Mayotte Island, Reunion Island, dan Solomon Islands. Latar belakang profesi mereka juga macam-macam.

Selama pelatihan, peserta dilarang memotret, merekam, dan membawa laptop. Tak ada akses Internet di The Arts Center yang bersebelahan dengan National Gallery of Victoria. "Pada setiap pelatihan Tuan Al Gore ingin seminimal mungkin emisi gas karbon dioksida yang terlepas," kata Sabrina Cowden, Kepala Staf The Climate Project.

Para peserta ditempatkan di hotel di pusat kota. Pada hari pertama saya naik trem dari Hotel Ibis bersama Isna Marifa Sjadzali (Direktur Qipra Galang Kualita) dan Adianto Simamora (wartawan Jakarta Post). Kami membeli tiket trem seharga Aus$ 5 di lobi hotel. Di sini kami berjumpa David Ephraim, peserta dari Papua Nugini. "Saya tidak punya uang," ujarnya. Dia berjalan kaki menuju The Arts Center.

Bukan sombong. Kami memang baru tujuh jam mendarat di Bandara Tullamarine, Melbourne, akibat keterlambatan pesawat Malaysian Airlines. Alasan kedua, kami ingin menjajal naik trem yang pada 1940-an pernah ada di Jakarta. Namun, malamnya dan hari-hari berikutnya, kami berjalan kaki dari Hotel Ibis menuju The Arts Center yang berjarak sekitar 2 kilometer. Di samping irit, kami ingin menikmati tata kota Melbourne yang bangunannya terkotak-kotak dalam blok dengan jalannya yang lurus-lurus.

Trem dan bus menjadi transportasi utama di dalam kota. Tak ada asap yang mengepul dari kendaraan bermotor di Melbourne. Panitia penyelenggara yang diketuai oleh Angela Rutter juga piawai mengelola pelatihan. Bayangkan, dia cuma memiliki empat anak buah untuk menyelenggarakan hajatan internasional yang diikuti peserta dari 19 negara. Pada upacara penutupan, seluruh peserta berdiri dan memberi tepukan panjang kepada Angela Rutter dan timnya.

Don Henry, Direktur Eksekutif Australian Conservation Foundation (ACF), mengajak peserta pelatihan bersama-sama mencari jalan untuk menjauhkan dari dampak terburuk perubahan iklim. "Saya berharap Anda bisa menjadi agen perubahan dan mengajak pemimpin komunitas Anda menjadi bagian solusi krisis iklim." Kawasan Asia Pasifik, kata dia, memegang peranan penting agar Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Kopenhagen pada Desember mendatang berhasil. Musyawarah ini sangat strategis karena bakal merumuskan kesepakatan baru pengganti Protokol Kyoto.

Hari pertama pelatihan diisi pemaparan tentang basis ilmiah pemanasan global. Presentasi disampaikan oleh Dr Graeme Pearman, ahli geografi dan lingkungan Universitas Monash dan Direktur GP Consulting. Pada sore hari, diperdengarkan pesan dari ilmuwan terkenal, Dr David Suzuki, pemimpin David Suzuki Foundation. Hari kedua, peserta diajak berdiskusi tentang aspek-aspek dan peta politik menuju Kopenhagen. Penyaji pada sesi ini adalah Don Henry, Andrew Hewet (Direktur Eksekutif Oxfam), Fitrian Ardiansyah (Direktur Program Iklim dan Energi WWF Indonesia), Tony Mohr (Manajer Program Perubahan Iklim ACF), Agus Purnomo (Kepala Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim), dan Gaurav Gupta (Direktur The Climate Project India).

Hari ketiga, peserta diberi bekal sebagai presenter. Pelatih adalah psikolog, ahli komunikasi, dan konsultan media. Ada juga pemaparan dari World Vision dan Better Place yang melakukan sejumlah proyek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Namun, dari tiga hari pelatihan, pemaparan Al Gore yang paling ditunggu. Sejak siang hingga sore pada hari kedua, dia memang membetot perhatian seluruh peserta.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak ada satu peserta pun yang keluar ruangan untuk ke kamar mandi atau urusan lain. "Dia orang yang passionate, karismatik, dan motivator yang baik," kata Suzy Hutomo, CEO The Body Shop Indonesia. Penilaian Suzy diamini Dr Abdul Razak Manan dan peserta lainnya. Razak Manan, komisaris PT Pelindo I, bahkan rela membayar sendiri mengikuti pelatihan ini untuk belajar dari Al Gore. Memang hanya sebagian kecil peserta yang dibiayai Australian Conservation Foundation.

Bagi ilmuwan, aktivis lingkungan, dan wartawan, materi yang disampaikan Al Gore biasa-biasa saja. "Untuk pemodelan iklim, saya lebih kaya data," ujar Dr Armi Susandi, Ketua Program Studi Meteorologi ITB, yang menjadi peserta. Pendapat sejenis diungkapkan peserta lain seperti Prof Dr Joni Hermana (Dekan Fakultas Teknik, ITS), Widodo Ramono (mantan direktur jenderal di Departemen Kehutanan), dan Yani Saloh dari CIFOR.

Namun, semua peserta sepakat bahwa Al Gore menjadi sumber inspirasi. Menurut Armi Susandi yang lulusan University of Hamburg/Max Planck Institute of Meteorology, Gore membawa roh atau semangat bersama umat manusia mengatasi pemanasan global dan perubahan iklim. Baik pada level individu ataupun level negara.

Pengaruh Al Gore tidak hanya pada peserta The Climate Project Asia Pacific Summit. Selama 30 jam kunjungannya ke Melbourne, dia juga hadir pada peluncuran lembaga baru Safe Climate Australia. Gore menyihir 1.000 pengusaha, politikus, dan aktivis lingkungan hidup di gedung kawasan Docklands. Harian The Age memberi judul The Gore Effect. Sedangkan Bob Welsh, Chief Executive of VicSuper, menyebut Gore sebagai "bit of a rock star".

Selama paparan, saya mencuri-curi kesempatan memotret Al Gore. Berhasil. Namun, beberapa kali mentor TCP menegur. Pada akhir sesi, Gore memberi kesempatan peserta berfoto bersama oleh juru potret khusus. Kembali panitia melarang saya dan sejumlah teman yang mencoba mengambil gambar. Untuk meredam kecewa, saya berfoto bersama Armi Susandi yang oleh Wimar Witoelar dijuluki "Al Gore-nya Indonesia". Kali ini tak ada yang melarang.

Untung Widyanto [Melbourne]

Boks: 

Para Agen Perubahan

Amanda Katili kini bisa bernapas lega. Maklum, ada 53 warga Indonesia yang telah mengikuti pelatihan isu perubahan iklim oleh Al Gore di Melbourne. Berarti, mereka dapat membantu Amanda, peserta pelatihan sebelumnya, untuk menjadi juru kampanye The Climate Project.

Pada saat di Melbourne, Sabrina Cowden, Kepala Sekretariat TCP International, mengumumkan berdirinya TCP Indonesia. "Perhimpunan The Climate Project Indonesia," ujar Amanda memberi nama lembaga baru ini. Menurut dia, sejumlah tokoh bersedia menjadi penasihat, antara lain Surna T. Djajadiningrat, Rachmat Gobel, Emmy Hafild, Suzy D. Hutomo, Cyril Noerhadi, Agus Purnomo, dan Kuki Soejachmoen.

Untuk sementara, TCP berkantor di Dewan Nasional Perubahan Iklim. Al Gore sendiri kabarnya akan ke Indonesia pada tahun depan. Sedangkan para peserta kini disibukkan memberi presentasi di lingkungannya masing-masing. "Kami ingin menjadi agen perubahan dan memberi penyadaran kepada masyarakat," kata Yani Saloh, peneliti di CIFOR (Center for International Forestry Research).

UWD Peserta dari Indonesia

1.Kartika Adiwilaga [Cargill Inc]
2.Lidia Ahmad [BP Indonesia]
3.Febby Andryananto [Departemen Luar Negeri]
4.Adhityani Arga [APCO]
5.Ratu Sovi Arinta [Australian Trade Commision]
6.Wendy Aritonang [Departemen Perhubungan]
7.Ibrahim Arsyad [Medco]
8.Leo Mualdy Christoffel [Departemen Perdagangan]
9.Swary Utami Dewi [Working Group Departemen Kehutanan]
10.Rudi Febriamansyah [Universitas Andalas]
11.Nana Fitriana [WWF-Indonesia]
12.Nadia Hadad [Bank Information Center]
13.Hamim Hamim [IPB]
14.Arif Hasyim [PT Asia Biogas Indonesia]
15.Joni Hermana [ITS]
16.Dadang Hilman [Kementrian Negara Lingkungan Hidup]
17.Dicky Edwin Hindarto [Dewan Nasional Perubahan Iklim]
18.Suzy Hutomo [The Body Shop Indonesia]
19.Brigita Isworo Laksmi [Kompas]
20.Agus Justianto [MFP Departemen Kehutanan]
21.Amanda Katili Niode [Dewan Nasional Perubahan Iklim]
22.Dorothy Manalu [Dewan Nasional Perubahan Iklim]
23.Yuli Lestari [mahasiswi Universitas Melbourne]
24.Abdul Razak Manan [PT Pelindo I]
25.Elshinta Marsden [Departemen Kelautan]
26.Ibnu Najib [Kementrian BUMN]
27.Damaria Pakpahan [Circle Indonesia]
28.Adianto P Simamora [Jakarta Post]
29.Indra Prakoso [Bank Syariah Mandiri]
30.Evangeline Pua [Gereja]
31.Hening Purwati [Humanitarian Forum Indonesia]
32.Diah Raharjo [Kehati]
33.Widodo S Ramono [Indonesian Rhino Conservation Foundation]
34.Murni Titi Resdiana [Dewan Nasional Perubahan Iklim]
35.Ariseno Ridwan [Metro TV]
36.Ricky Rositasari [LIPI]
37.Yani Saloh [CIFOR]
38.Michele Simpson-Crew [Green School]
39.Isna Marifa Sjadzali [Qipra Galang Kualita]
40.Agustanzil Sjahroezah [Energi Mega Persada]
41.Dollaris R Suhadi [Swisscontact Indonesia Foundation]
42.Herliyani Suharta [B2TE-BPPT]
43.Dody Sukadri [Dewan Nasional Perubahan Iklim]
44.Armi Susandi [ITB]
45.Laode Syarif [Universitas Hasanudin]
46.Ridwan Tamin [Kementrian Lingkungan Hidup]
47.Rudolf Bastian Tampubolon [Indonesian Youth Forum for Climate Change]
48.Adhiputra Tanoyo [Bank Mega]
49.Yolanda Tobing [BNI]
50.Sutrisna Widjaja [The Diocese of Bandung]
51.Untung Widyanto [Koran Tempo]
52.Michael Yudha Winarno [Caritas Germany]
53.Charles Wiriawan [Eka Tjipta Foundation]

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Banjir di Dubai Bukan Disebabkan Teknologi Hujan Buatan, Ini Penjelasan Peneliti BRIN

2 hari lalu

Mobil terjebak di jalan yang banjir setelah hujan badai melanda Dubai, di Dubai, Uni Emirat Arab, 17 April 2024. REUTERS/Rula Rouhana
Banjir di Dubai Bukan Disebabkan Teknologi Hujan Buatan, Ini Penjelasan Peneliti BRIN

Dubai terdampak badai yang langka terjadi di wilayahnya pada Selasa lalu, 16 April 2024.


Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

6 hari lalu

Anomali suhu udara permukaan untuk Maret 2024. Copernicus Climate Change Service/ECMWF
Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

Maret 2024 melanjutkan rekor iklim untuk suhu udara dan suhu permukaan laut tertinggi dibandingkan bulan-bulan Maret sebelumnya.


Waspada Dampak Penguapan Air Selama Kemarau, Diperkirakan Berlangsung di Jakarta dan Banten pada Juni-Agustus 2024

24 hari lalu

Warga beraktivitas di pinggir Waduk Cacaban, Kedung Banteng, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Selasa, 11 September 2018. Akibat musim kemarau tahun ini, volume air di salah satu waduk penyuplai di wilayah Pantura itu menyusut hingga lebih dari puluhan meter sehingga mengancam kekeringan, terutama persawahan di sejumlah wilayah itu. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Waspada Dampak Penguapan Air Selama Kemarau, Diperkirakan Berlangsung di Jakarta dan Banten pada Juni-Agustus 2024

Fenomena penguapan air dari tanah akan menggerus sumber daya air di masyarakat. Rawan terjadi saat kemarau.


Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

31 hari lalu

Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mengecek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur, Senin (18/3/2024), yang direncanakan menjadi lokasi upacara HUT Ke-79 RI pada 17 Agustus 2024. ANTARA/HO-Biro Humas Setjen Kemhan RI.
Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

AMAN mengidentifikasi belasan masyarakat adat di IKN Nusantara dan sekitarnya. Mereka terancam rencana investasi proyek IKN dan dampak krisis iklim.


13 Persen Resort Ski Dunia Diprediksi Gundul dari Salju Pada 2100

31 hari lalu

Australia dalam sepekan harus menyiapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona di resor ski. Foto: @thredboresort
13 Persen Resort Ski Dunia Diprediksi Gundul dari Salju Pada 2100

Studi hujan salju di masa depan mengungkap ladang ski dipaksa naik ke dataran lebih tinggi dan terpencil. Ekosistem pegunungan semakin terancam.


Studi Terbaru: IKN Nusantara dan Wilayah Lain di Kalimantan Terancam Kekeringan Ekstrem pada 2050

32 hari lalu

Pekerja menyelesaikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis 15 Februari 2024. Pembangunan PLTS tersebut untuk fase pertama sebesar 10 megawatt (MW) dari total kapasitas 50 MW yang akan menyuplai energi terbarukan untuk IKN dan akan beroperasi pada 29 Pebruari 2024. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Studi Terbaru: IKN Nusantara dan Wilayah Lain di Kalimantan Terancam Kekeringan Ekstrem pada 2050

Kajian peneliti BRIN menunjukkan potensi kekeringan esktrem di IKN Nusantara dan wilayah lainnya di Kalimantan pada 2033-2050. Dipicu perubahan iklim.


Suhu Udara Global: Bumi Baru Saja Melalui Februari yang Terpanas

40 hari lalu

Kebakaran hutan membakar area di Santa Juana, dekat Concepcion, Cile, 4 Februari 2023. REUTERS/Ailen Diaz
Suhu Udara Global: Bumi Baru Saja Melalui Februari yang Terpanas

Rekor bulan terpanas kesembilan berturut-turut sejak Juli lalu. Pertengahan tahun ini diprediksi La Nina akan hadir. Suhu udara langsung mendingin?


Benarkah Pemanasan Global Sudah Tembus Batas 1,5 Derajat Celsius?

12 Februari 2024

Seorang warga berjalan di dekat instalasi
Benarkah Pemanasan Global Sudah Tembus Batas 1,5 Derajat Celsius?

Januari 2024 lalu adalah rekor baru pemanasan global untuk suhu rata-rata bulanan.


Cuaca Ekstrem Bukan Fenomena Alam Biasa, Peneliti BRIN Usul Dibentuk Komite Khusus

2 Februari 2024

Sejumlah petugas memotong pohon yang tumbang menimpa salah satu rumah karena diterjang gelombang kencang akibat badai Siklon tropis Seroja di Kota Kupang, NTT, Kamis, 8 April 2021. ANTARA/Kornelis Kaha
Cuaca Ekstrem Bukan Fenomena Alam Biasa, Peneliti BRIN Usul Dibentuk Komite Khusus

Cuaca ekstrem harus dilihat dalam perspektif perubahan iklim global.


Mahfud MD Soroti Deforestasi, 5 Dampak Buruk Penggundulan Hutan yang Sudah Terjadi

23 Januari 2024

Pemandangan udara terlihat dari kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, 6 Juli 2010. REUTERS/Crack Palinggi/File Foto
Mahfud MD Soroti Deforestasi, 5 Dampak Buruk Penggundulan Hutan yang Sudah Terjadi

Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD menyebut deforestasi di Indonesia lebih luas dari Negara Korea Selatan. Apa saja dampak buruk yang sudah terjadi?