TEMPO Interaktif, Anchorage - Rumah-rumah pengasapan ikan di Sungai Yukon mestinya penuh dengan ikan salmon raja yang kaya minyak itu pada musim semi ini. Namun, ikan yang selama ini dikonsumsi oleh suku asli Alaska sebagai makanan berenergi tinggi dalam menghadapi musim dingin yang panjang, nyaris tak bisa ditemukan. Rumah-rumah pengasapan itu pun hampir kosong melompong.
Fenomena itu pun tak hanya terjadi di Yukon. Sebuah sungai di Alaska telah ditutup dari penangkapan ikan setelah ikan salmon dalam jumlah yang signifikan tidak kembali ke sungai untuk bertelur. Fenomena ini sudah terjadi pada musim semi yang lalu, lebih buruk dari musim semi tahun lalu dan tahun 2007.
"Ini akan jadi musim dingin yang berat," kata Leslie Hunter, 67 tahun, pemilik toko dan nelayan komersial dari desa eskimo Yup'ik di Marshall, Alaska bagian barat.
Ahli biologi perikanan federal dan negara bagian Alaska telah terjun ke lapangan untuk menyelidiki misteri menghilangnya kawanan salmon itu.
Salmon raja menghabiskan tahunan di Laut Bering sebelum pada masa dewasa berenang ke sungai air tawar di mana mereka dilahirkan, untuk bertelur lalu akhirnya mati. Para ahli berpendapat, perubahan itu terjadi lantaran beberapa sebab, seperti pergeseran arus di Samudera Pasifik, ketersediaan makanan, perubahan kondisi sungai, dan keterkaitannya dengan predator.
Adapun masyarakat di sekitar sungai Yukon berpendapat, penyebabnya adalah penangkapan ikan pollock secara besar-besaran. Setidaknya ada satu juta metrik ton ikan pollock yang dipanen dari perairan timur Laut Bering setiap tahunnya. Nilainya setara dengan hampir US$ 1 miliar.
Masalahnya, ikan salmon raja kerap ikut tertangkap di pukat. Selain ikut dihitung, kebanyakan salmon yang mati malah dibuang kembali ke laut atau diberikan kepada yang membutuhkan. "Faktanya adalah penangkapan pollock telah mengorbankan stok ikan salmon," kata Nick Andrew Jr., Direktur Eksekutif Dewan Tradisional Ohagamuit. "Penangkapan pollock telah merubah cara hidup kami."
AP | DEDDY