TEMPO Interaktif, Los Angeles -Ini bukan sulap maupun sihir, tapi Selasa (11/08/09) ini, Saturnus akan membuat sistem cincinnya yang lebar namun tipis itu hilang dari penglihatan umat manusia. Cincin-cincin yang mengelilingi Saturnus itu berkilau karena merefleksikan cahaya matahari. Namun setiap 15 tahun, giliran bagian tepi cincin yang menghadap matahari sehingga hampir tak ada cahaya matahari yang terefleksi.
Bagian cincin tipis yang merefleksikan cahaya begitu kecil sehingga cincin itu seolah lenyap, kata Linda Spilker, wakil ilmuwan proyek misi Cassini Saturnus di Jet Propulsion Laboratory, badan antariksa Amerika (NASA).
Cincin Saturnus, yang penuh dengan es, lumpur, bebatuan besar dan bulan kerdil memiliki lebar hingga 273.500 kilometer. Meski amat lebar, tebal cincin yang berkilauan itu hanya sembilan meter.
Keberadaan cincin itu sendiri masih tetap menjadi misteri. Para ilmuwan belum memahami dengan pasti kapan dan bagaimana mereka terbentuk, walaupun tampaknya tabrakan dengan obyek lain kemungkinan punya andil dalam proses pembentukan cincin.
Meski tak memiliki cincin bumi sebenarnya memiliki sedikit kemiripan dengan Saturnus. Bila khatulistiwa bumi memiliki kemiringan 23 derajat terhadap orbiutnya ketika mengelilingi matahari, Saturnus mempunyai kemiringan 27 derajat. Ketika Saturnus mengelilingi matahari, belahan planet bergantian menghadap matahari.
Ketika bumi mengelilingi matahari setiap 365 hari, orbit tahunan Saturnus memerlukan 29,7 tahun. Sehingga setiap 15 tahun, pola tersebut membuat khatulistiwa planet gas raksasa itu berikut cincinnya secara langsung sejajar dengan cahaya matahari. Para ilmuwan menyebutnya dengan equinox, dan peristiwa ini menandai tibanya musim semi di belahan utara planet itu. Di bumi, equinox terjadi pada Maret dan September. Setiap kali equinox terjadi di Saturnur, cahaya matahari akan menimpa bagian tepi cincin tipis Saturnus, kata Spilker.
TJANDRA | SPACE