TEMPO.CO, Bandung - Pohon ketepeng cina (Cassia alata linn) berkhasiat untuk mengatasi beragam penyakit. Selama ini ketepeng cina juga dikenal dari daunnya yang menjadi komoditas ekspor dalam bentuk simplisia kering ke Jepang dan Korea sebagai bahan baku kosmetik.
Peneliti di Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Marissa Angelina mengatakan, tumbuhan yang sama telah banyak digunakan untuk obat penyakit kulit seperti panu, kadas, dan penyembuh luka. “Bijinya juga bisa untuk obat anticacing, kudis, dan malaria,” katanya lewat keterangan tertulis dari BRIN, Sabtu 28 September 2024.
Marissa meneliti ketepeng cina mulai 2016 dengan mengujinya untuk mengatasi malaria, bakteri, dan inflamasi atau peradangan, serta demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan tinjauan artikel dan aktivitas farmakologi, tanaman itu disebutkannya mempunyai senyawa ampuh pada daun dan bagian lain dengan kandungan antrakuinon, emodin, kreoepenol, rhein, aleo emodin, dan senosida.
Dalam penelitiannya, Marissa membuat ekstrak daun ketepeng cina untuk karakterisasi dan standardisasi. Sampel daunnya dipetik dari ketepeng cina yang tumbuh di Bogor, Kebun Raya Bogor, Tangerang Selatan, hingga Kalimantan. Dari hasil penelitiannya, daun ketepeng cina terbukti dapat menghambat pertumbuhan virus dengue. Pun dapat mengahambat pertumbuhan virus SARS CoV-2.
Pada riset lainnya, Marissa menjadikan ekstraksi ketepeng cina dalam bentuk krim dan gel agar nyaman di kulit untuk menangkal bakteri dan jamur. “Prototipe ini aktif menghambat pertumbuhan jamur dan mengobati jerawat serta radang pada kulit,” ujarnya.
Marissa Angelina dari Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional BRIN menjelaskan penelitian khasiat tumbuhan ketepeng cina. FOTO/Tangkapan layar.
Hasil risetnya itu sudah dipatenkan dan dibuat menjadi produk. Dia juga berkolaborasi dengan peneliti dari beberapa kampus menguji khasiat ketepeng cina sebagai penyembuh dan meredakan peradangan luka yang dibuat dalam bentuk oral disolving film.
Riset lainnya dilakukan bersama Universitas Islam Indonesia, meneliti nanoemulsi ekstrak daun ketepeng cina. Mereka menggunakan ikan zebra sebagai hewan uji. “Hasilnya menunjukkan ekor ikan zebra yang diamputasi dapat tumbuh kembali setelah diolesi nanoemulsi tersebut,” katanya.
Marissa mengatakan upaya kerja sama dan kolaborasi sangat dibutuhkan untuk dapat mengumpulkan bukti ilmiah obat-obatan dari bahan alami alias herbal. Dukungan kebijakan yang selaras dari pemerintah terkait dana riset disebutnya sangat penting untuk mendukung inovasi dan kebelanjutan riset obat berbahan alami.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan, N.L.P. Indi Dharmayanti mengatakan, saat ini minat terhadap pengobatan herbal tumbuh pesat dan harus divalidasi secara ketat dengan bukti melalui penelitian ilmiah untuk memastikan standar tertinggi. "Pendekatan menyeluruh berbasis ilmiah dalam memahami pengobatan herbal sangat diperlukan untuk menyoroti pentingnya ketelitian ilmiah untuk terapi obat herbal," katanya.
Pilihan Editor: Guru Besar IPB Ingatkan Risiko Lumpur Akibat Penambangan Pasir Laut