TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Ahli konservasi lingkungan dari Universitas Mulawarman, Prof. Dr. Ir Arifin Bratawinata M. Agr, mengatakan tidak mempersoalkan pengembangan Komodo di luar habitat aslinya di Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur. Asalkan, habitat asli tempat hewan reptilia terbesar di dunia itu berasal tak dimusnahkan. “Saya kira dikembangkan di luar Pulau Komodo dan sekitarnya tidak apa-apa, asalkan habitat barunya cocok, dan habitat aslinya tak dimusnahkan,” kata Arifin yang juga Rektor Universitas Mulawarman dalam jumpa pers di Grha Sabha Pramana, Yogyakarta, Rabu (12/8).
Prinsip yang utama, menurut Arifin, komodo dapat dilestarikan di daerah mana saja, asalkan bukan dimusnahkan.
Menurut Arifin, sebelum dilakukan pemindahan, harus dilakukan dulu sejumlah langkah seperti kajian lingkungan ditempat baru, sebelum Komodo tersebut dipindahkan. Arifin membenarkan bahwa binatang yang masuk nominasi keajaiban dunia tersebut, kini termasuk binatang yang langka, dan salah satu telah dipelihara di kebun binatang The Cincinnati Zoo, Ohio, Amerika Serikat. “Memang benar komodo ada di sana,” katanya.
Di tempat yang sama, Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Thamrin B. Bachri, mengatakan Departemen Pariwisata masih mengkaji dan mendiskusikan soal rencana pemindahan komodo dari Nusa Tenggara Timur ke Pulau Bali, untuk kepentingan pariwisata kebun binatang setempat, yang sempat menjadi perdebatan dan pro kontra. “Belum diputuskan (izinnya),” kata Thamrin.
Mengenai dampak pariwisata yang dapat ditimbulkan, bahwa pemindahan Komodo akan berdampaka pada turunnya wisatawan berkunjung ke Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur, Thamrin mengatakan bahwa pariwisata sifatnya sangat kompromi. “Pariwisata itu hanya sebagai produk sampingan, Komodo bukan semata-mata pariwisata, tetapi hubungan manusia dan lingkungan harus seimbang,” kata Thamrin. Artinya, menurut Thamrin, kalaupun komodo dipindahkan, namun tidak menemukan habitat yang cocok, lingkungan, dan manusia yang tak sesuai, juga akan sulit dijual sebagai produk pariwisata.
Beberapa saat lalu, sejumlah orang menolak rencana pemindahan beberapa Komodo dari Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, ke Denpasar, Bali, yang akan dikembangkan sebagai bagian dari obyek wisata kebun binatang milik jaringan usaha kebun binatang terbesar di Indonesia, Taman Safari. Alasan penolakan karena dinilai akan mengurangi nilai Taman Nasional Komodo sebagai habitat asli Komodo dan satu-satunya di dunia, yang kini juga sedang diajukan sebagai salah satu keajaiban dunia.
BERNADA RURIT