TEMPO Interaktif, SUBANG - Anggaran Negara yang diterima Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia untuk kepentingan riset sepanjang 2009 hanya Rp.200 miliar. “Padahal, kami mebutuhkannya sebesar Rp.700 hingga Rp.900 miliar,” kata Rochadi, Sekretaris Umum Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menjawab Tempo, di Subang, Kamis (20/8).
Akibat keterbatasan dana tersebut, LIPI tidak bisa maksimal menghasilkan riset-riset yang manfaatnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan Negara. Saat ini, satu obyek riset hanya didanai Rp.500 juta. Padahal, sebuah riset sampai berhasil jadi produk ilmiah yang bias dirasakan langsung manfatnya minimal memakan biaya Rp.2 hingga Rp.4 miliar.
Sebagi contoh, riset tentang radar pengintai perairan Indonesia yang sudah sampai dalam bentuk prototype dengan nama Radar Pengawas Pantai Indonesia 2 (Indonesia Radr 2) yang juga diluncurkan LIPI di Subang, hari ini, menelan biaya Rp.4 miliar, dengan waktu riset tiga tahun.
Rochadi meminta pada tahun anggarn 2010, pemerintah diharapkan mampu memperbesar anggaran yang lebih besar dari yang ada sekarang. Agar, lebih banyak lagi riset-riset strategis yang kegunaannya bias dirasakan oleh rakyat banyak Indonesia bisa digarap dan diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Meski terus kekurangan dana, Rochadi mengaku selalu mengajak para periste LIPI tetap bersemangat bekerja. “Peneliti tidak boleh mengeluh hanya persoalan keterbasan dana. Sebab, mengeluh saja tak mengahsilkan apa-apa,” kata Rochadi.
Umar A. Jenie, Kepala LIPI, mengungkapkan persoalan masih rendahnya tingkat kesejahteran para peneliti. “Kesejahteran yang dimaksud, yakni adanya kenaikan tunjangan fungsional bagi par peneliti,” kata Umar. Ia mengharapkan pemerintah menyediakan anggarn kesejahteran buat para peneliti supaya bias setara dengan tunjangan dosen yang telah dinaikan dengan beberapa skema.
NANANG SUTISNA