Marc-André Selosse dan Mélanie Roy, dari Centre d'Ecologie Fonctionnelle et Evolutive, Montpellier, Prancis, mempelajari anggrek Aphyllorchis montana, A. caudata, dan Cephalanthera exigua bersama Suyanee Vessabutr dan Santi Watthana dari Queen Sirikit Botanic Garden, Thailand. Anggrek tersebut sedikit berbeda dengan jenis anggrek lainnya karena tidak memiliki klorofil dan bergantung pada jamur yang yang membentuk koloni di akar mereka untuk memperoleh pasokan karbon. Hasil studi mereka dipublikasikan dalam jurnal BMC Biology.
Anggrek yang tumbuh di atas tanah di hutan pegunungan tersebut dikumpulkan dari 10 lokasi sampling yang berbeda di Thailand. Dua anggrek dari spesies Aphyllorchis ditemukan berasosiasi dengan beragam jenis jamur, sedangkan anggrek Cephalanthera memilih jamur yang jauh lebih spesifik.
"Kami berhasil menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa anggrek tropis tertentu berasosiasi dengan berbagai jenis jamur tanah yang membuat koloni di akarnya," kata Selosse. "Dengan menggunakan isotop stabil, kami memperlihatkan bahwa kelihatannya anggrek-anggrek itu memanfaatkan jamur tersebut sebagai sebuah sumber karbon. Yang terpenting dari sisi konsevasi, semua jenis jamur itu sebaliknya juga berasosiasi dengan akar pepohonan hijau di dekatnya, tempat mereka mengumpulkan zat karbon bagi anggrek."
Selosse mengatakan hasil temuan itu menunjukkan bahwa tumbuhan benar-benar berinteraksi dengan jamur dalam berbagai macam hubungan yang tak terduga sebelumnya. "Amat diperlukan riset yang jauh lebih mendalam untuk mempelajari interaksi biologis pada tumbuhan tropis untuk mengungkap keberagaman ini," katanya.
TJANDRA | SCIENCEDAILY | BMC Biology