TEMPO Interaktif, Berlin - Juara dunia lari 800 meter putri asal Afrika Selatan, Caster Semenya, bisa saja tak mempedulikan kontroversi seputar jenis kelaminnya, namun hal itu akan terus membayangi kariernya di masa depan. Semenya bukanlah satu-satunya atlet yang jenis kelaminnya diragukan, karena ada sederet atlet perempuan yang juga menjalani tes gender dan akhirnya diketahui mereka sebenarnya lelaki secara genetik.
Pada 1967, pelari cepat Polandia, Ewa Klobukowska, dilarang bertanding karena terganjal tes kromosom, meski tahun sebelumnya ia lolos tes bugil. Pada 1980-an, pelari gawang asal Spanyol, Maria José Martínes Patino, didiskualifikasi karena hasil tes mengungkap bahwa Maria terlahir dengan kromosom Y, yang berarti dia adalah seorang lelaki.
Tes gender yang harus dijalani Semenya sebenarnya telah diperkenalkan sejak 40 tahun lalu. Bahkan penyelenggara Olimpiade Beijing 2008 juga membangun laboratorium determinasi jenis kelamin untuk mengevaluasi atlet perempuan yang mencurigakan.
Laboratorium yang mirip fasilitas pada Olimpiade Sydney dan Athena itu akan memeriksa dan mengevaluasi penampilan luar sang atlet, termasuk gen dan hormonnya.
Tes ini dilakukan sejak 1960-an, ketika Uni Soviet dan negara komunis lainnya dicurigai sengaja memasukkan atlet pria untuk berlomba di pertandingan wanita. Awalnya, atlet perempuan harus berparade tanpa busana di hadapan anggota dewan dokter, yang akan memverifikasi jenis kelaminnya. Tes ini terkadang tidak akurat sehingga tes kromosom mulai diperkenalkan pada Olimpiade 1968 di Kota Meksiko.
Tes tersebut belum pernah menemukan pria yang menyamar menjadi atlet perempuan. Meski demikian, laboratorium berhasil mengungkap adanya atlet yang lahir dengan cacat genetik sehingga mereka terlihat seperti laki-laki.
Fakta Kunci Tes Gender
Pelaksanaan Tes
- Perempuan punya dua kromosom X, adapun pria memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y dalam tiap selnya. Adanya dua kromosom X digunakan sebagai konfirmasi jenis kelamin perempuan. Hasil tes menunjukkan bahwa sekitar satu dari 500-600 atlet abnormal.
Pengujian
- International Association of Athletics Federations menghentikan tes gender rutin sejak 1990-an, karena tes ini dianggap tak diperlukan.
- Tes gender kini dilaksanakan bila ada keraguan. Perkembangan Semenya yang amat cepat sejak tahun lalu, yaitu memangkas lebih dari delapan detik dari waktu terbaiknya, memicu IAAF memerintahkan tes gender.
Track Record
- Kasus pada pelari cepat Polandia, Stanislawa Walasiewicz, yang menang dalam lomba lari 100 meter pada Olimpiade Los Angeles 1932, merupakan yang paling terkenal. Walasiewicz mengganti nama menjadi Stella Walsh dan pindah ke Amerika Serikat. Kerancuan jenis kelaminnya baru terungkap ketika dia tewas ditembak dalam sebuah kasus perampokan pada 1980. Otopsi menunjukkan bahwa dia memiliki alat kelamin laki-laki.
- Kakak beradik Tamara dan Irina Press meraih lima medali emas Olimpiade untuk Uni Soviet dan mencatatkan 26 rekor dunia atletik pada 1960-an. Sejak tes gender diberlakukan, pasangan ini tak pernah bertanding lagi.
- Delapan atlet gagal dalam tes di Olimpiade Atlanta 1996, namun tes fisik lanjutan menyelesaikan masalah tersebut.
- Atlet India, Santhi Soundarajan, harus kehilangan medali emas Asian Games setelah gagal dalam tes gender di Doha pada 2006. Dia sempat dirawat di rumah sakit pada September 2008 setelah berusaha bunuh diri.
n Argumen terhadap Tes Gender
- Tes genetik dapat menghasilkan tes yang tak akurat dan diskriminatif terhadap perempuan yang mengalami kelainan perkembangan seksual.
- Anomali genetik memungkinkan seseorang memiliki penampilan luar atau fisiologi sebagai perempuan namun lelaki secara genetik. Pelari gawang Spanyol, Maria Patino, gagal dalam tes gender pada 1985, namun diperbolehkan bertanding setelah para pakar memutuskan dia bukan pria.
TJANDRA | REUTERS | HHMI