Studi yang dilakukan peneliti Northwestern University, Evanston, Illinois, Amerika Serikat, menemukan bahwa makan pada waktu tidak semestinya, semisal tengah malam ketika tubuh membutuhkan tidur untuk istirahat, mempengaruhi kenaikan bobot. Regulasi energi yang diatur oleh ritme circadian (siklus biologis harian tubuh) diduga memainkan peran signifikan dalam hal ini.
Studi itu adalah bukti pertama yang menghubungkan waktu makan dan kenaikan bobot tubuh. “Bagaimana atau mengapa seseorang mengalami kenaikan berat badan sangat rumit, tapi yang jelas itu bukan hanya soal kalori yang masuk dan keluar,” kata Fred Turek, dosen neurobiologi dan fisiologi di Weinberg College of Arts and Sciences serta Direktur Center for Sleep and Circadian Biology.
Turek menduga ada sejumlah faktor yang berada di bawah kendali circadian. “Penentuan waktu makan yang lebih baik, yang membutuhkan perubahan perilaku, dapat menjadi unsur penting dalam memperlambat insiden obesitas yang terus meningkat,” ujarnya.
Temuan ini dapat berimplikasi pada pengembangan strategi untuk memerangi obesitas pada manusia, karena Amerika Serikat dan sejumlah negara di dunia kini memerangi apa yang disebut “epidemi obesitas”. Lebih dari 300 juta orang dewasa di dunia mengalami obese, termasuk lebih dari sepertiga penduduk dewasa Amerika.
“Salah satu yang menjadi perhatian riset kami adalah para pekerja shift, yang cenderung kelebihan berat badan,” kata Deanna M. Arble, peneliti utama studi itu. “Jadwal kerja memaksa mereka makan pada jam yang bertentangan dengan ritme tubuh alaminya. Ini adalah satu bukti yang membuat kami berpikir bahwa makan pada jam yang salah dapat berkontribusi pada kenaikan berat.”
Baca Juga:
Riset memperlihatkan bahwa memodifikasi waktu makan saja bisa langsung mempengaruhi berat badan. Tikus yang diberi makanan dengan kandungan tinggi lemak pada jam tidur normal terbukti meningkatkan berat badan secara signifikan, sekitar 48 persen, daripada tikus yang makan jenis dan jumlah makanan yang sama pada jam yang normalnya mereka terjaga (naik 20 persen).
TJANDRA l SCIENCEDAILY