Kedua jenis itu, yakni burung semut bersiul Peru dan burung semut bersiul dada kuning, memang masuk keluarga besar yang sama. "Tapi fakta bahwa dua spesies memiliki nyanyian yang sama benar-benar temuan yang unik," ujar Joe Tobias, ketua tim studi.
Dalam studinya, Tobias dan teman-temannya memastikan bahwa keduanya benar-benar berbeda satu sama lain, bukan sekadar jenis yang berevolusi dari jenis yang lainnya belum lama ini. "Awalnya kami kira juga begitu, tapi setelah uji genetika kami menemukan kalau masing-masing adalah spesies purba--beberapa juta tahun usianya," Tobias menjelaskan.
Tobias dan timnya juga merekam nyanyian kedua spesies itu lalu memutar ulang. Hasilnya, burung-burung ternyata bisa salah mengenalinya. "Ketika kami memutar ulang nyanyian satu spesies, spesies yang lain merespons dengan sama agresifnya seperti yang dilakukannya terhadap siulan burung jenisnya sendiri," kata Tobias.
Nyanyian burung jantan itu tidak lain ialah "sinyal kekuasaan teritorial" untuk para kompetitor di kawasan yang sama. Itu sebabnya, seluruh anggota spesies yang sama cenderung memiliki siulan dan nyanyian yang sama--sebuah sinyal pengusir yang mudah dikenali.
"Tapi, dalam kasus ini, sistem itu sepertinya telah menyeberangi penghalang perbedaan spesies sehingga ada lebih dari satu spesies yang menggunakan satu sinyal yang sama," ucapnya.
Tobias lalu membandingkan dua spesies burung yang dikenalnya di bagian lain bumi Amerika Selatan. Keduanya memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat ketimbang burung-burung semut tapi lebih memiliki siulan yang jauh berbeda.
BBC