Rachel Stevenson, seorang peneliti dari University of California Los Angeles (UCLA) di Amerika Serikat, bersama timnya mencatat sejumlah pecahan yang menyembur dari inti komet tersebut. Mereka terus mengobservasi komet tersebut selama beberapa pekan pasca ledakan menggunakan Teleskop Kanada-Prancis-Hawaii di Hawaii dan mengamati awan debu yang dilepaskan komet tumbuh lebih besar daripada matahari.
Para astronom memeriksa serangkaian citra yang diambil selama sembilan malam dengan memakai sebuah filter digital yang dapat memperkuat fitur kecil. Mereka menemukan banyak sekali pbyek kecil yang bergerak menjauhi inti komet dengan kecepatan mencapai 125 meter per detik. Obyek itu terlampau terang untuk batu biasa, tapi lebih mirip dengan komet mini, yang menciptakan awan debu ketika es pada permukaannya menyublim langsung menjadi uap.
"Awalnya kami berpikir komet ini unik hanya karena skala ledakannya yang luar biasa besar,” kata Stevenson. “Namun kami segera menyadarai bahwa apa yang terjadi pasca ledakan menunjukkan fitur ganjil, seperti serpihan-serpihan yang bergerak cepat, yang tak pernah terdeteksi di sekitar komet lain.”
Meski ledakan komet itu luar biasa besarnya dalam hasil pencitraan teleskop, ledakan itu tak terlihat mata telanjang. Para ilmuwan juga belum yakin apa yang menyebabkan ledakan tersebut. Mereka menduga, tekanan dalam komet meningkat ketika benda antariksa itu bergerak mendekati matahari, sehingga lapisan permukaannya pecah dan melepaskan awan debu raksasa berikut serpihan yang lebih besar.
Inti komet Holmes itu sendiri tampaknya tetap utuh dan terus melintasi orbitnya walaupun telah melepaskan banyak komet mini. Komet itu memerlukan enam tahun untuk mengelilingi matahari dan bergerak di antara tepi dalam sabuk asteroid dan Jupiter.
Kini komet itu bergerak menjauhi matahari. Para astronom memperkirakan komet itu akan mencapai titik terdekat dengan matahari pada 2014. Pada saat itu, mereka akan memeriksa apakah ada tanda-tanda ledakan selanjutnya.
TJANDRA DEWI | SPACE