“Assessment Report yang ke-5 sudah harus disiapkan dari sekarang sekaligus untuk memberi masukan untuk sidang UNFCCC di Kopenhagen, Denmark, akhir tahun ini,” ujar Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Sri Woro B. Harijono, Kamis (15/10) siang.
Sri Woro menjelaskan, draf outline sudah beredar di negara-negara anggota pascapertemuan di Venesia, Italia, Juli lalu. Setiap masukan atas draf itu sejatinya akan dibawa ke pertemuan di Bali.
Sebagai perbandingan, Assessment Report ke-4 diantaranya berisi pemodelan atmosfer dengan kimia atmosfer, interaktif vegetasi permukaan, dan model laut tiga dimensi. Model memiliki resolusi sampai mendekati 110 kilometer serta memasukkan kerentanan sosial ekonomi dan model regional terbatas.
Dari model itulah semakin jelas ancaman pemanasan global bagi kemapanan iklim dan kemaslahatan masyarakat dunia.
Sri Woro menekankan pentingnya para ilmuwan Indonesia untuk mengawal dasar ilmiah tentang perubahan iklim lewat forum ini sebelum berbicara dalam konferensi perubahan iklim PBB (UNFCCC). Ia mengatakan, selama ini keikutsertaan Indonesia dalam kedua macam sidang itu tidak berimbang. Jumlah delegasi Indonesia pada sidang UNFCCC sekitar 100 orang sedang dalam sidang IPCC kurang dari lima orang saja.
Komposisi itu melukiskan isu-isu yang dipelajari masih dominan di bidang politik, bukan iptek. “Padahal,” Sri Woro menambahkan, “Perundingan dan hasil dari sidang-sidang perubahan iklim dalam UNFCCC dilakukan berdasarkan basis ilmiah hasil kompilasi IPCC.”
Agenda UNFCCC yang terdekat adalah yang akan dilakukan di Kopenhagen, Desember nanti. Disana nasib Protokol Kyoto akan ditentukan seiring dengan akan berakhirnya fase pertama komitmen terhadap protokol itu per 2012. Idealnya, negara-negara anggota konferensi sudah harus bersepakat untuk menyiapkan fase kedua komitmen terhadap protokol itu selepas dari Kopenhagen.
Tapi, perkembangan yang terjadi sebaliknya. Beberapa negara maju bahkan mengisyaratkan ingin menciptakan protokol tandingan dengan kewajiban memangkas emisi CO2 yang tidak mengikat dan lebih ringan. “Dalam setiap sidang IPCC itu biasanya ada hasil penelitian yang ikut dipresentasikan. Kita lihat saja apakah nanti ada yang bisa memberi masukan dan mempengaruhi sidang UNFCCC di Kopenhagen,” kata Edvin Aldrian, Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di BMKG.
(WURAGIL)