Laporan sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh pakar paleoklimatologi Lonnie Thompson dari Ohio State University dalam Proceedings of the National Academy of Sciences menunjukkan sekitar 85 persen es yang terbentuk oleh gletser di puncak pegunungan itu pada 1912 telah menghilang pada 2007. Lebih dari seperempat es yang muncul pada 2000 juga lenyap pada 2007.
Jika kondisi saat ini terus berlanjut, "Bentangan es di puncak Kilimanjaro tidak akan bertahan," kata ilmuwan tersebut. Studi mereka juga menunjukkan bahwa gletser Kilimanjaro pun menyusut, seiring dengan meleleh dan menipisnya es di bagian tepinya.
Perubahan serupa dilaporkan juga terjadi di Gunung Kenya dan Pegunungan Rwenzori di Afrika serta gletser di Amerika Selatan dan Pegunungan Himalaya. "Fakta bahwa begitu banyak gletser di seluruh kawasan tropis dan subtropis menunjukkan respons yang sama menegaskan adanya penyebab yang sama," kata Thompson. "Peningkatan temperatur dekat permukaan bumi, ditambah dengan kenaikan yang jauh lebih besar di troposfer tropis tengah sampai atas, seperti didokumentasikan dalam beberapa dekade terakhir, baru separuhnya dapat menjelaskan hasil observasi itu."
Perubahan dalam tutupan awan dan hujan salju mungkin juga berperan dalam lenyapnya salju dan gletser, meskipun kelihatannya kurang penting. Khusus di Kilimanjaro, kata Thompson, bentangan es utara menipis hingga 1,9 meter dan bentang es bagian selatan menyusut 5,1 meter antara 2000 dan 2007.
Para ilmuwan membandingkan luas kawasan yang saat ini tertutup gletser dengan peta gletser berdasarkan foto yang diambil pada 1912 dan 1953 serta citra satelit dari 1976 dan 1989.
TJANDRA | AP | PNAS