"Agresi pada balita dapat menjadi masalah bagi orang tua, guru, dan teman-teman sebayanya serta terkadang dapat menjadi sinyal bagi masalah perilaku yang lebih serius berikutnya, semisal kenakalan remaja, kekerasan, dan perilaku kriminal," kata Jennifer A. Manganello, ilmuwan dari University at Albany, State University of New York, Rensselaer.
Berbagai faktor prediktif agresi balita telah dipelajari, termasuk gaya disiplin orang tua, keamanan lingkungan, dan paparan terhadap media. "Setelah musik, televisi adalah media yang paling banyak diekspos pada anak usia 0 sampai 3 tahun," kata Manganello.
Meski American Academy of Pediatrics merekomendasikan agar orang tua tidak membiarkan anak di bawah usia 2 tahun menonton televisi, berbagai studi menunjukkan adanya penggunaan televisi secara konsisten pada kelompok usia itu.
Dalam studinya, Manganello bersama Catherine A. Taylor dari Tulane University School of Public Health and Tropical Medicine, New Orleans, menganalisis data dari 3.128 ibu yang memiliki anak yang lahir pada 1998 sampai 2000 di 20 kota besar Amerika untuk memeriksa asosiasi paparan televisi dengan perilaku agresif pada anak. Orang tua diwawancara pada saat anak lahir serta saat anak berusia 1 dan 3 tahun.
Ketika menginjak usia 3 tahun, mereka diminta melaporkan waktu yang dihabiskan anak-anak itu di depan televisi, baik siaran anak maupun keluarga setiap hari. Sekitar dua pertiga (65 persen) ibu melaporkan anak mereka yang berusia 3 tahun menonton televisi lebih dari 2 jam setiap hari. Selain siaran televisi anak itu, rata-rata anak-anak terekspos televisi keluarga sekitar 5,2 jam per hari.
Studi menunjukkan, paparan televisi anak secara langsung maupun televisi keluarga berasosiasi pada agresi anak secara signifikan. "Satu penjelasan yang dapat menghubungkan televisi dengan agresi melibatkan lingkungan pengasuhan," kata Manganello.
Rumah tangga dengan penggunaan televisi yang lebih tinggi kemungkinan besar juga tak terlalu membatasi kebiasaan menonton anak-anak mereka. Meningkatnya penggunaan televisi keluarga ada kemungkinan juga mempengaruhi rutinitas harian keluarga tersebut, seperti pola komunikasi dan makan, serta mengurangi waktu untuk aktivitas lain.
TJANDRA DEWI | SCIENCEDAILY