Sebelumnya, untuk membuat laporan keuangan, perusahaannya masih mengandalkan sistem transaksional internal perusahaan. Dengan sistem "biasa" itu, kontrol terhadap pelaporan masih sangat mengandalkan manusia. "Karena kontrolnya masih tergantung manusia, kadang kala ada kesalahan," ujar Tjandra. Laporan keuangan bulanan juga terkadang tidak klop dengan laporan bulan sebelumnya, di samping pembuatan laporan memakan waktu cukup lama, hingga lima hari.
Sejak bank ini menggunakan peranti lunak business intelligence atau intelijen bisnis pada sistem keuangannya, fungsi kontrol tak hanya dilakukan oleh manusia, tapi juga oleh peranti lunak tersebut. Dengan SAP BusinessObjects, solusi intelijen bisnis yang diluncurkan oleh vendor peranti lunak bisnis SAP, kontrol terhadap pelaporan keuangan bisa ditingkatkan.
"Misalnya, jika mapping bulan ini tak sesuai dengan bulan lalu, atau jika ada mapping yang salah, software akan memberi tahu," katanya. Waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan laporan juga lebih cepat dan efisien. "Kalau dulu lima hari kerja, sekarang cuma butuh tiga hari kerja."
Seperti yang dikemukakan Tjandra, efisiensi dalam memproses laporan keuangan di Bank RBS (sebelumnya ABN Amro Bank) itu tampaknya sangat dipengaruhi oleh peranti tersebut. Business intelligence memang bukan teknologi baru, karena sudah digunakan sejak beberapa waktu yang lalu. Namun, masih jarang perusahaan di Indonesia yang memakainya karena masih banyak pemilik perusahaan yang belum memahami kegunaannya.
Sebenarnya, peranti seperti apakah intelijen bisnis ini? Singgih Wandojo, Direktur Operasional PT SAP Indonesia, mengatakan intelijen bisnis (atau biasa disebut bisnis analitik) adalah peranti yang mampu memformulasikan segala informasi yang ada di data warehouse untuk membantu proses analisis yang dilakukan perusahaan.
"Business intelligence membantu menganalisis apa yang terjadi dengan perusahaan. Bagaimana data yang terkumpul itu bisa digali dan bercerita," ujar Singgih dalam sebuah perbincangan dengan sejumlah wartawan di Jakarta, Selasa pekan lalu. Karena itu, ia menyayangkan jika di Indonesia masih jarang perusahaan yang menggunakan solusi ini untuk meningkatkan efisiensi bisnisnya.
Menurut Singgih, dalam membuat laporan, perusahaan umumnya masih terbatas menggunakan sistem transaksional internal. Jika perusahaan masih berfokus pada sistem transaksional, sebenarnya hal itu sudah mencukupi. "Tapi, kalau mau analisis lebih mendalam, perusahaan tak bisa hanya mengandalkan informasi data internal, perlu sumber-sumber lain," katanya.
Misalnya, jika sebuah perusahaan retail ingin mengetahui bagaimana penetrasi pasar mereka di Kota Surabaya, intelijen bisnis bisa membantu menganalisisnya. "Solusi ini bisa memformulasikan data internal perusahaan dengan informasi eksternal, termasuk berita-berita tentang kondisi pasar di Surabaya."
Contoh sederhana lain, jika seorang tenaga penjualan (salesman) ingin menjual barang ke konsumennya. Tanpa intelijen bisnis, si penjual mungkin tidak mengetahui informasi lengkap seputar konsumennya, seperti bagaimana rekam jejak atau sejarah pembayarannya. "Dengan business intelligence, dia jadi tahu apakah konsumen itu selalu membayar tepat waktu. Kalau sering telat, kan tidak perlu dikasih program-program diskon," ujar Singgih.
Dengan mengadopsi peranti ini, perusahaan diharapkan bisa mendapat "kejelasan" apa yang terjadi. "Sehingga bisa segera membangun strategi yang sifatnya setiap saat bisa ditinjau ulang." Memang, saat ini, untuk mengadopsi intelijen bisnis, perusahaan masih membutuhkan tenaga dengan pengetahuan teknologi informasi (information technology/IT) yang cukup untuk mengoperasikannya.
Karena itulah, ke depan, pihaknya terus mengembangkan versi-versi terbaru yang memudahkan penggunanya. "Pengguna harus lebih mudah menggunakannya, bahkan pengguna yang tidak paham IT," katanya. Produk peranti intelijen bisnis dari SAP sendiri saat ini sudah dirancang dengan tool yang memudahkan atau "casual user". "Software SAP BusinessObjects juga menyediakan tool agar pengguna bisa meng-create sendiri jenis informasi apa yang dibutuhkan."
Salah satu tool yang memudahkan itu bernama Explorer. Tool ini memiliki bentuk dan antarmuka seperti mesin pencari data di Internet. Misalnya, perusahaan ingin mencari semua data penjualan sebuah produk yang terjadi pada tahun tertentu. Tinggal ketik kata kuncinya pada boks, maka data yang dicari dari data warehouse itu akan muncul dalam beberapa detik. "Menggunakan business intelligence akan semudah memakai Google," ujar Singgih.
DIMAS