TEMPO Interaktif, Jakarta -
JAKARTA -- Ledakan matahari atau solar flare mendadak menjadi sorotan setelah munculnya isu kiamat pada 2012, padahal fenomena alam itu kerap terjadi. Badai matahari, yang ditandai dengan peningkatan aktivitas flare dan lontaran massa korona, memang kerap menimbulkan gangguan sistem listrik dan telekomunikasi, namun tidak sampai menghancurkan kehidupan di bumi.
Meski demikian, gangguan akibat badai matahari itu dipastikan akan membawa "kiamat kecil" karena menyebabkan kerusakan pada jaringan listrik dan telekomunikasi, bahkan beberapa satelit di orbit bumi. Ketika badai matahari terjadi pada Juli 2000, beberapa satelit telekomunikasi dilaporkan hilang. Sedangkan badai besar pada Oktober-November 2003 menyebabkan listrik di Swedia padam, gangguan telekomunikasi, dan satelit hilang.
Untuk mencegah gangguan tersebut terjadi di Indonesia, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) membuat dua stasiun pengamatan aktivitas matahari di Tanjungsari, Sumedang, dan Watu Kosek, Jawa Timur. Stasiun pengamatan di Tanjungsari tak hanya memiliki teropong optik, tapi juga teleskop radio untuk mempelajari gelombang elektromagnetik yang terlepas saat ada flare. "Alat solar radio spectograph yang dapat menangkap gelombang radio dan dapat mendeteksi adanya flare dalam delapan menit," kata Sri Kaloka Prabotosari, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan, dalam forum Bakohumas tentang "Fenomena Alam 2012" di kantor Lapan, Jakarta, Selasa.
Dalam pemantauan aktivitas matahari itu, Lapan juga bekerja sama dengan stasiun pengamatan lain di Inggris, Australia, Jepang, dan Australia. "Sehingga kami memperoleh data aktivitas matahari selama 24 jam," ujarnya. "Jangan sampai ketika di sini malam hari dan matahari tidak terlihat, terjadi ledakan namun tidak tercatat."
Data aktivitas matahari akan dianalisis untuk memperkirakan potensi bahaya yang akan ditimbulkan. "Jika flare besar, gangguan elektromagnetiknya besar, kami bisa langsung menganalisis apakah akan mengganggu atau tidak karena dampaknya terjadi dua hari setelah flare terjadi," katanya.
Bila hasil analisis menunjukkan bahwa aktivitas matahari itu akan menimbulkan gangguan, Lapan akan menginformasikannya kepada Departemen Perhubungan, PLN, dan PT Angkasa Pura karena badai matahari biasanya juga menciptakan gangguan sistem navigasi. "Kami sedang membahas bagaimana sistem komunikasi bila peristiwa itu terjadi," kata Sri. "Termasuk penggunaan sistem manual atau GPS karena, pada saat badai, GPS pasti terganggu."
Lapan juga berencana mencocokkan kasus flare besar dengan kerusakan transformer listrik PLN. "Semisal, pada saat ada lontaran massa korona atau flare, juga terjadi gangguan listrik. Kalau itu cocok, berarti kita pernah kena," kata Sri.
TJANDRA DEWI