Menurut Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Bandung, Thomas Djamaluddin, satelit tidak bisa memantau kemunculan angin puting beliung. Penyebabnya, angin yang disebut Badai Skala Nol tersebut terjadi sesaat di wilayah yang sangat lokal. "Dengan data satelit tak terlihat karena waktu (kejadian) sangat singkat," katanya di sela Konferensi Ilmu Kebumian dan Antariksa di ITB, Kamis (7/1).
Menurut dia, puting beliung muncul karena perbedaan tekanan udara yang sangat cepat, yaitu dari dataran yang panas, lalu ke atas dengan suhu yang lebih dingin. Misalnya saat pagi hingga siang udara cukup panas, kemudian muncul awan tebal menjelang sore. "Dalam kondisi dinamika atmosfer yang tidak stabil, peluang puting beliung sangat besar terjadi," jelasnya.
Pemicu lainnya, diduga karena rusaknya lingkungan. Pemanasan di darat, ujar peneliti senior itu, terjadi akibat berkurangnya pepohonan karena daerah hijau beralih menjadi permukiman. "Semen itu menyerap panas," katanya.
Tanda-tanda kemunculan puting beliung sejauh ini belum diprediksi. Kemunculan awan hitam membubung, masih sulit dikatakan sebagai pertanda kemunculan angin puting beliung.
ANWAR SISWADI