Dalam acara tersebut, Widiyantoro mengusulkan karya ilmiah berjudul Pencitraan Tomografi Gempa Bumi untuk Struktur Zona Subduksi di Indonesia dan Dunia. "Widiyantoro telah diakui di dunia internasional sebagai salah satu pakar terkemuka dalam lingkungan ilmu geofisika karena sumbangannya dalam pemodelan seismologi bumi," kata Suwarto Martosudirjo, Ketua Komite Seleksi Program Penghargaan Iptek, di Jakarta, Kamis (11/02/2010).
Dosen Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB itu berhasil menyisihkan 19 nomine lain. Terobosan ilmiah bagi kemajuan dunia ilmu pengetahuan serta pengakuan dari lingkungan ilmu secara nasional dan internasional menjadi salah satu pertimbangan dalam proses seleksi.
Karya ilmiah Widiyantoro tentang model global pertama yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature telah memberi solusi penting tentang skala konveksi mantel bumi yang sebelumnya menjadi perdebatan panjang di kalangan ahli kebumian dunia. Publikasi tersebut adalah salah satu karya ilmiah bidang ilmu kebumian yang paling sering dirujuk dalam dua dasawarsa terakhir. Karya ilmiah tentang struktur terperinci dan dinamika penunjaman litosfer samudra di bawah busur Sunda juga telah diterbitkan dalam jurnal Science.
Pencitraan tomografi yang ditekuni Widiyantoro sebenarnya hampir sama dengan teknologi pemindaian CT-scan yang dilakukan di bidang medis. "Bumi bisa dipindai juga," kata Widiyantoro. "Sebenarnya bisa menggunakan sinar-X, tapi saya memanfaatkan gelombang gempa, yaitu gelombang seismik, yang menjalar ketika gempa terjadi, untuk mencitrakan isi bumi."
Salah satu pemindaian isi perut bumi dilakukannya di sepanjang busur Sunda, yakni dari Sumatera, Jawa, sampai Timor, pada 1996. Dia tertarik terhadap busur Sunda karena sejarah gempa dengan magnitudo 9 terjadi di Sumatera. "Tempat lain di Indonesia belum pernah tercatat," ujarnya.
Berdasarkan hasil pencitraan tomografi itu, Widiyantoro telah mengetahui potensi bahaya gempa di sepanjang busur Sunda, sebelum gempa Sumatera terjadi. "Sebelum 2004, gempa besar terakhir terjadi pada 1833 di dekat Sumatera Barat, yang diperkirakan bermagnitudo 9," katanya. Dengan periode ulang 200 tahun, banyak ahli gempa yang membahas kemungkinan datangnya gempa besar di Sumatera sejak 2000."
Namun, dia mengingatkan, daerah rawan terjadinya gempa bukan hanya di busur Sunda, melainkan di busur Banda, daerah tumbukan Sangihe dengan Halmahera di Indonesia Timur itu, termasuk Papua, dekat Sorong dan Biak. "Memang tak ada satu ahli pun di dunia yang bisa memastikan datangnya gempa itu kapan, tapi potensinya kita kenali," ujarnya. "Meski gempa besar bermagnitudo 9 yang terekam baru di Sumatera, di tempat lain juga harus diwaspadai karena semua wilayah di Indonesia harus diwaspadai."
Selain mengenali potensi gempa, pencitraan tomografi juga bisa dimanfaatkan untuk eksplorasi perminyakan. Teknologi ini juga dapat digunakan untuk mengenali jenis batuan di suatu area dalam rencana pembangunan kereta bawah tanah, terowongan, atau melacak fondasi yang telah tertutup sedimen.
l TJANDRA DEWI