Untuk beberapa waktu, para ilmuwan telah mengetahui bahwa sebagian besar dari bahan pijar seperti helium dan argon masih tersimpan di planet. Ini telah membingungkan para peneliti sebab elemen tersebut tak lepas ke atmosfir ketika terjadi letusan gunung berapi.
Namun, karena elemen itu belum ada di kulit bumi, peneliti bumi hampir pasti mendapatkannya berada lapisan bumi bagian dalam. Peneliti telah berusaha memperoleh penjelasan mengenai alasan sejumlah gas ditahan sementara sebagai lainnya dilepaskan ke udara. Pandangan yang mengemuka adalah lapisan paling bawah bumi telah terisilasi dari lapisan di atasnya.
Dalam penelitian terbaru, tim dari Rice, University of Michigan dan University of California-Berkeley menemukan fakta kondisi geofisika yang terjadi sejak 3.5 juta tahun lalu--ketika muka bumi semakin memanas-- menunjukkan formasi "jebakan padat" berada di 400 kilometer dari permukaan. Jebakan ini, kombinasi dari panas dan tekanan, terjadi peristiwa geofisika langka, di areal dimana cairan lebih padat daripada benda padat itu sendiri.
Sampai kini, cairan di bawah kulit bumi lebih lembek daripada benda padat, begitupula saat mengalir ke permukaan lewat gunung. Tapi beberapa juta tahun lalu permukaan lebih panas bisa merembes lebih dalam dan membentuk cairan padat yang lambat laun mengkrisal dan terjebak di lapisan bawah bumi.
"Saat sesuatu meleleh, kami berharap gasnya keluar dan untuk alasan itu orang telah menyatakan elemen yang terperangkap ini menjadi cadangan yang tak pernah meleleh," kata Pemandu Penelitian Cin-Ty Lee, associate professor Ilmu Bumi di Rice. "Ide itu menjadi problematik dalam beberapa dekade terakhir, karena harus ada setidaknya satu bukti bahwa benda tersebut meleleh tanpa melepaskan gasnya karena material yang meleleh tak pernah sampai permukaan."
Lee mengatakan tekanan ke atas yang berkurang terhadap materi leleh dari dalam perut bumi menimbulkan kerusakan bumi. Material yang tertahan di perut bumi mendapat tekanan dari atas dan bawah. Ini penjelasan dari sejumlah gejala geofisika dan geokimia akhir-akhir ini. Ini hanya hipotesis yang rasional.
"Dengan adanya bukti, saya berharap orang akan semakin memperhatikan temuan ini," kata Lee. "Ada metode getaran yang bisa digunakan untuk menguji ide kami. Meski teori kami nantinya bisa salah, uji coba yang akan menjadi pendukung hipotesis kami akan memberikan informasi baru."
Riset ini melibatkan peneliti dari Rice: Peter Luffi, Tobias Höink and Rajdeep Dasgupta, Jie Li dari Michigan dan dari University of California, Berkeley, John Hernlund.
SCIENCEDAILY | PURW