TEMPO Interaktif, Jakarta - Dalam tokoh superhero, laba-laba identik dengan Spiderman. Tokoh baik hati dan memiliki kemampuan indra luar bisa serta jaring. Tapi laba-laba di dunia nyata tak semuanya baik. Di Amerika Serikat, laba-laba petapa cokelat kerap mengigit. Celakanya korban gigitan 30 persennya anak-anak.
Padahal gigitan laba-laba yang memiliki nama lain Loxosceles Reclusa ini bisa menyebabkan anemia, gagal multi organ, dan bahkan kematian. Penelitian baru St. Jude Children Research Hospital menemukan saat pasien menunjukkan gejala anemia, tapi penyebabnya tak diketahui, laba-laba ini menjadi bagian dari diagnosa, setidaknya di negara tempat jenis ini ditemui, seperti Amerika Serikat.
The Journal of Pediatrics, St. Jude hematologi melaporkan enam ganguan kesehatan akibat gigitan laba-laba ini sudah masuk kategori akut, gejala anemia. Sakit ini terjadi akibat kerusakan sel darah merah atau hemolytic anemia. Semua pasien sembuh total, tapi membutuhkan tranfusi empat botol darah dan tiga botol dalam unit perawatan intensif.
Hanya tiga dari enam pasien sadar digigit laba-laba, dan Jenny McDade, D.O., asisten departemen Hematology, St. Jude mengatakan, luka lain ditemukan setelah pengecekan menyeluruh dari kepala hingga ujung kaki. McDade mengatakan sati gigitan tersembunyi dibalik bra dan tak diketahui secara langsung."Gigitan tak menyakitkan, dan seringkali terabaikan," kata dia.
Meskipun gigatan laba-laba itu tak perlu perhatian medis khusus, namun para peneliti yang didukung Nasional cancer Institut dan ALSAC ini menggarisbawahi laba-laba ini mengigit 30 persen pada anak, sisanya orang dewasa. Meski mekanisme pasti belum sepenuhnya dimengerti, reaksi sistemik serupa berupa anemis hemolytic. Pada kasus tertentu, peneliti melaporkan racun itu kemungkinan bisa mengakibatkan gagal mutiorgan atau kematian.
SCIENCEDAILY | PURW