Maka, Kuo bersama Steve Collins, koleganya dari Universitas Teknologi Belanda, membuat kaki artifisial yang bisa mengurangi beban. Prinsipnya, dengan mendaur ulang energi. Daya tekan ketika kaki menjejak tanah diubah menjadi daya tolak. Alat utamanya adalah pegas. Satu di posisi tumit untuk mendorong, pegas yang lain dipasang di bagian depan buat menarik. “Ini perangkat pertama untuk melepas energi dengan cara tepat,” kata Kuo.
Kedua profesor juga memasang sensor arah yang menggunakan batere 1 watt. Rongga di bagian tengah telapak kaki dibuat agar bisa ditekuk hingga 25 derajat. Pergelangan kaki pun bisa dipakai pemakainya bersila.
Untuk menguji seberapa efektif kaki buatan ini, Kuo membandingkan dengan kaki palsu di pasar. Hasilnya, berdasar pengukuran tingkat metabolisme, pemakai kaki palsu konvensional menghabiskan energi 23 persen lebih banyak daripada orang normal dalam setiap langkah. Adapun kaki buatan Kuo hanya 14 persen lebih banyak dari kaki normal.
Menurut Kuo, kaki yang prototipenya diluncurkan dua pekan lalu itu bisa dipakai mereka yang diamputasi pergelangan kaki atau bahkan hingga lutut. “Para veteran atau penderita diabetes yang kesulitan berjalan dapat kembali seperti semula dengan desain baru ini,” kata Collins.
Rencananya, Ann Arbor, perusahaan yang berbasis di Washtenaw, Michigan, akan membuat kaki palsu ini secara massal. Saat ini masih dikembangkan dan dibiayai oleh Lembaga Kesehatan Nasional, Departemen Veteran.
TEMPO