Setelah petaka itu, udara dingin menyelimuti Turki. Para korban akhirnya menggunakan lembaran plastik untuk melindungi tenda mereka dari sergapan suhu dingin.
Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan menyalahkan rumah warga yang materialnya berasal dari lumpur. Ribuan rumah memang rata dengan tanah akibat gempa yang berpusat di Desa Basyurt. Selain Elazig, lima provinsi lain terkena dampaknya, yakni Tunceli, Bingol, dan Diyarbakir.
Gempa Turki ini makin menambah deret panjang bencana gempa yang terjadi sepanjang triwulan pertama 2010. Sejumlah pertanyaan muncul. Apakah ada keterkaitan satu sama lain? Apakah frekuensi gempa makin banyak pada dasawarsa ini?
Para ilmuwan menjawab tegas bahwa rentetan gempa yang terjadi baru-baru ini tidak saling terkait. Letak pusat gempa saling berjauhan satu sama lain. "Jauhnya jarak antara gempa Haiti dan Cile dengan yang terjadi di Turki dianggap tidak berkaitan," kata Bernard Doft, ahli gempa dari Belanda.
Gempa bumi terjadi karena lempengan tektonik saling bertubrukan satu sama lain. Tumbukan lempeng (plate) ini ada yang normal, horizontal, vertikal, atau menumbuk ke dalam. Peristiwa ini berlangsung sangat lambat, tapi tidak bisa dicegah. Terkadang lempengan itu saling menempel, lalu tersentak ke atas dan sentakan inilah yang menghasilkan gempa.
Para ahli mencatat, dalam setahun, sekitar 500 ribu gempa terdeteksi di bumi. Aktivitas ini telah berlangsung sejak jutaan tahun yang lalu. Dari jumlah itu, yang terasa sekitar 100 ribu, 100 gempa di antaranya memiliki kekuatan yang bersifat merusak. Namun cuma 18 gempa yang kekuatannya 7,0 Mw.
Berdasarkan data lembaga survei geologi Amerika Serikat (USGS), setiap tahun rata-rata terjadi 134 gempa bumi dengan magnitudo 6,0 dan 6,9. Pada 2010 ini, laju gelombang gempa memang datang sedikit terlalu cepat, mencapai 40 kali dalam waktu kurang dari tiga bulan, jauh lebih tinggi dibanding pada tahun-tahun sebelumnya.
Mayoritas getaran (tremor) dan letusan gunung berapi berlokasi di sepanjang batas-batas pergesekan lempeng tektonik yang membentuk kerak bumi.
Gempa di Turki terjadi karena tumbukan mendatar dua lempeng benua, yakni Arab dan Eurasia. Memang tumbukan dua lempeng sejak jutaan tahun yang lalu tidak sampai membentuk lapisan yang terangkat hingga membentuk pegunungan, seperti Himalaya di Asia Tengah.
Namun aktivitas kegempaan di kawasan Turki dan sekitarnya juga dipengaruhi oleh gerakan lempeng Benua Afrika. Interaksi kedua lempeng itu membentuk sesar mendatar yang disebut Sesar Anatolian. Sesar ini membentang dari timur ke barat melewati Turki bagian utara.
Akibat interaksi antarlempeng, pada Agustus 1999, terjadi gempa besar berkekuatan 7,4 pada skala Richter dengan jumlah korban jiwa 18 ribu orang. Saat itu, para ahli mencatat adanya gempa duplet, yaitu dua gempa dalam waktu beberapa jam dengan sumber gempa berbeda. Jadi bukan gempa susulan.
Tumbukan antarlempeng juga terjadi pada gempa di Haiti, Cile, Jepang, Taiwan, Filipina, dan gempa lainnya. Teh-Ru Alex Song dari The Carnegie Institution's Department of Terrestrial Magnetism dan timnya mencatat bahwa gempa besar terjadi di persimpangan konvergen dua lempeng, yang salah satunya menunjam (subduksi) ke bawah.
Mereka menganalisis data seismik selama 20 tahun di selatan Meksiko. Mereka menemukan lapisan di atas lempeng dengan kecepatan subduksi gelombang S sekitar 30-50 persen lebih lambat daripada kerak samudra. Lapisan anomali ini, kata Song, adalah lapisan dengan kecepatan sangat lambat pergerakannya dan berada pada kedalaman 25-50 kilometer.
"Lapisan ini mungkin jadi sidik jari (fingerprint) yang menunjukkan lokasi slow earthquake aktif di dunia," kata Song dalam jurnal Science, April 2009. Pemetaan struktur ini sangat penting untuk mendeteksi bakal terjadinya gempa mahadahsyat.
Penelitian lain mengenai sifat materi lapisan terdalam bumi dilakukan oleh German Research Center for Geosciences GFZ, Karlsruhe Institute of Technology, University of Bayreuth, dan Arizona State University.
Tim peneliti mensimulasi kondisi interior bumi dalam sebuah laboratorium. Mereka menyimpulkan bahwa propagasi gelombang gempa di dalam bumi ternyata tidak seragam. Kecepatan gelombang S di mantel bumi pada kedalaman 660-2.900 kilometer bergantung pada orientasi ferropericlase. Materi ini memiliki susunan elektronik ion besi.
Temuan tim Jerman ini jadi penting karena, jika mengetahui sifat materi yang membentuk lapisan terdalam bumi, kita akan memperoleh informasi tentang aliran internal dari propagasi gelombang gempa yang ternyata tidak seragam. Hal ini dapat membantu para ahli lebih memahami proses tektonik lempeng dan memperkirakan kapan gempa bakal terjadi.
UNTUNG WIDYANTO | BERBAGAI SUMBER