Gempa berkekuatan 7,9 pada skala Richter yang menggoyang sebagian kawasan Sumatera Barat pada 30 September 2009 itu telah mengoyak rumah Yulizar di kawasan Jalan Balai Baru, Kurtanji, Padang. Ia lalu membangun gubuk seadanya dari kayu dan seng di depan rumahnya. Pakaian, kasur, alat masak, dan televisi diboyongnya ke gubuk. "Saya tak berani tidur di rumah lagi karena gamang akan runtuh," kata Yulizar pekan lalu.
Uang tak punya, dana bantuan pemerintah pun tak kunjung tiba. Pemerintah Padang memang berjanji memberikan Rp 15 juta setiap rumah untuk biaya perbaikan. Tapi janji itu tak kunjung ditepati. Padahal Yulizar ingin segera menempati rumahnya dengan rasa aman. Karena lama menunggu, Yulizar serta-merta mengangguk ketika ada tawaran perbaikan rumah dari tim klinik konstruksi Universitas Andalas, Padang, Desember lalu.
Tim klinik konstruksi dipimpin ahli bidang struktur dan gempa Universitas Andalas, Fauzan, dekan Fakultas Teknik Febrin Anas Ismail, serta ahli gempa dan konstruksi Teddy Boen. Tim menjadi fasilitator korban gempa yang ingin memperbaiki rumah di Padang dan sekitarnya. Mereka telah mendata bangunan rusak serta konsultasi konstruksi. "Supaya masyarakat tak salah membangun," kata Febrin.
Yulizar menerima tawaran perbaikan dari tim dengan konsekuensi dana bantuan pemerintah yang dijanjikan bisa hangus karena rumahnya sudah diperbaiki. Rumah Yulizar yang hampir roboh itu pun dipermak dan diperkuat sehingga tahan gempa. Teddy Boen dan kawan-kawan menyebut metode renovasi itu dengan istilah retrofit. Ini teknik perbaikan yang biasanya dipakai pada bidang industri, yakni memperbarui sebagian komponen sehingga mesin kembali bugar.
Retrofit merupakan upaya memperbaiki, merestorasi, dan memperkuat bangunan sehingga tahan gempa. Awal Maret lalu, pemerintah Padang dan Kedutaan Australia berkampanye membangun rumah tahan gempa, termasuk dengan retrofit. Retrofit bisa dilakukan dengan menambal retak tembok, menginjeksikan air semen, dan mengikat komponen penahan beban. Intinya, menjadikan bangunan sebagai satu kesatuan.
Retrofit bangunan diawali dengan survei jenis kerusakan, menentukan kategori kerusakan dan mutu bahan. Kategori kerusakan adalah ringan-nonstruktur, ringan-struktur, sedang, serta berat. Teddy mengatakan retrofit sebenarnya bisa diterapkan di semua kategori kerusakan. Bangunan rusat berat, artinya lebih dari 40 persen komponen struktur rusak, bisa diperbaiki dan diperkuat strukturnya secara menyeluruh. "Jangan sedikit-sedikit dirobohkan hanya karena ada bantuan," kata Teddy.
Menurut Teddy, rumah Yulizar termasuk kategori rusak sedang. Di kategori ini, retak menyebar dengan celah lebih dari 0,5 sentimeter dan kemampuan memikul beban sebagian berkurang. Penyebab kerusakan rumah Yulizar, kata Teddy, antara lain mutu bata dinding rendah serta detail sambungan antara tulangan kolom dan balok tak benar.
Teddy hanya perlu mengganti bata, menambal retakan dengan kawat anyam, memperbaiki sambungan tulangan kolom dan balok. Rumah 90 meter persegi itu dipoles menjadi tahan gempa selama sebulan dengan biaya Rp 15 juta. "Kalau bangun baru paling tidak Rp 40 juta dan lebih lama," kata Teddy.
Semangat retrofit, ujar Teddy, adalah menghemat biaya. Perbaikan dan perkuatan bangunan itu bisa menekan biaya hingga 80 persen dibanding merobohkan dan membangun baru. Menurut dia, kalau hitungan biaya kurang dari 30 persen, pilihan retrofit harus dikaji ulang.
Retrofit bangunan sebenarnya sudah dilakukan sejak dulu, namun tak sistematis. Contohnya kalau ada kerusakan dinding beton, perbaikan dan penguatannya dengan mempertebal dinding tersebut. Padahal kerusakan bisa karena sambungan besi tulangan beton tak terkait atau kualitas dinding rendah.
Teddy menyatakan retrofit gaya lama kebanyakan tak menutup kelemahan bangunan. Jadi, bangunan kemungkinan kembali rusak digoyang lindu. Kata Teddy, cara seperti itu disebut psychological retrofit. "Hanya buat meyakinkan sendiri bahwa bangunan sudah tahan gempa," kata Teddy, insinyur pertama yang dikirim ke Jepang untuk belajar gempa bumi pada 1962.
Menurut Teddy, sejumlah bangunan di Padang dan sekitarnya yang rusak akibat gempa masih bisa diperbaiki. Dari data klinik konsultasi, ada 125 ribu bangunan yang rusak setelah gempa di Padang dan sekitarnya. Dari total bangunan yang rusak itu, Teddy baru memoles gedung Tutorial Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Masjid Al Munawwarah di Siteba, dan rumah Yulizar. "Banyak bangunan yang bisa diperbaiki tapi dirobohkan," ucap Teddy. "Karena ilmu memperbaiki belum banyak di Indonesia."
Fakultas Kedokteran kini sudah bisa dipakai kuliah lagi dengan mengecor kembali penahan serta membuat bangunan menjadi lebih simetris. Proses retrofit fakultas ini hanya memakan waktu 20 hari dengan biaya paling banyak Rp 150 juta. Kalau merobohkan dan membangun baru, Teddy memperkirakan biayanya hingga Rp 4 miliar.
Senin ini, Teddy dan kawan-kawan juga akan memperbaiki SMA Negeri 20 di Jalan Yos Sudarso. Menurut Teddy, sekolah itu hampir saja diratakan dan Wali Kota Padang sudah meneken surat persetujuan merobohkan bangunan tiga lantai itu dan membangun gedung baru. Sekolah tak jadi dirobohkan setelah Teddy mengajukan rencana perbaikan dan penguatan dengan dana ikatan keluarga Jepang di Jakarta.
Ada juga gedung yang sudah tak tertolong lagi. SMP Negeri 25 dan SMP Negeri 7, misalnya, sudah dirobohkan rata dengan tanah. Senin lalu, SD Negeri 26 Air Tawar, yang semula akan diretrofit, juga mendadak dibongkar dengan bantuan dana dari sebuah stasiun televisi swasta.
Wali Kota Padang Fauzi Bahar sudah mengeluarkan surat keputusan tentang penghapusan aset delapan sekolah karena dinilai rusak berat. Teddy mengatakan struktur bangunan sekolah itu sebenarnya masih kukuh sehingga hanya perlu perbaikan dan penguatan. "Paling dinding retak," ujar Teddy. "Mungkin ada pihak tertentu yang sudah menghitung keuntungan dengan membongkar dan membangun baru."
Fauzi Bahar mengatakan, pemerintah sudah menurunkan tim buat meneliti kelayakan bangunan perkantoran dan sekolah. Tim itu terdiri dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Padang dan Provinsi Sumatera Barat serta wakil dari Universitas Andalas.
Tim wali kota ini membuat kategori bangunan hijau, kuning, dan merah. Bangunan hijau masih baik dan kuning masih bisa diperbaiki. Sedangkan kategori merah harus diruntuhkan seperti SMP Negeri 25 dan SMP Negeri 7. Kata Fauzi, tak satu pun gedung diruntuhkan tanpa penelitian. "Lebih baik kita rugi material daripada rugi nyawa," kata Fauzi. "Kita tak ingin mengambil risiko."
Yandi M.R., Febrianti (Padang)