Perlawanan terhadap proposal hiu itu muncul beberapa jam setelah Oceana, kelompok konservasi kelautan, menyampaikan sebuah laporan yang menunjukkan bahwa tingginya permintaan akan sup sirip ikan hiu di Asia mendorong banyak spesies hiu ke arah kepunahan. Upaya tak mengikat tersebut bertujuan meningkatkan transparansi dalam perdagangan hiu serta lebih banyak riset tentang ancaman penangkapan ilegal terhadap hiu.
Semula upaya konservasi hiu diperkirakan memperoleh persetujuan dari komite Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Terancam Punah (CITES), yang beranggotakan 175 negara. Namun Amerika Serikat, yang didukung Uni Eropa dan sejumlah negara lainnya, tak bisa meraih dua per tiga suara mayoritas yang diperlukan untuk meloloskan proposal itu. Kegagalan mengumpulkan suara mayoritas ini terjadi setelah Cina, Rusia, Jepang, dan beberapa negara berkembang menyatakan bahwa populasi hiu tidak mengalami penurunan drastis.
Keputusan itu dikhawatirkan menjadi pertanda buruk bagi perundingan lain yang akan membahas proposal satwa laut yang lebih kontroversial dalam dua pekan ini. Proposal lain yang diperkirakan memancing pro dan kontra adalah larangan ekspor tuna sirip biru Atlantik, yang populer di kalangan penggemar sushi, dan pengetatan perdagangan delapan spesies hiu lainnya.
"Apa yang terjadi hari ini adalah sejumlah kelompok yang tak setuju dengan pendaftaran spesies ikan yang ditangkap untuk tujuan komersial dalam CITES mulai unjuk gigi," kata Glenn Sant, pemimpin program kelautan global di lembaga konservasi TRAFFIC. "Saya khawatir, tanpa mempertimbangkan fakta dan logika yang terkandung dalam materi proposal, mereka langsung melakukan pemungutan suara pada bidang yang tak mereka setujui."
Sebagian besar argumen yang digunakan oleh Cina, Jepang, Rusia, dan sejumlah negara Afrika Utara untuk menentang pemberlakuan larangan ekspor itu diperkirakan akan didaur ulang oleh delegasi lain pada akhir pekan ini ketika proposal untuk memperketat regulasi perdagangan hiu mulai dibahas.
Dalam pembahasan Selasa lalu, Cina dan Rusia menyanggah pernyataan bahwa populasi hiu tertekan akibat penangkapan secara berlebihan. Jepang menegaskan, tindakan konservasi yang diterapkan saat ini sudah lebih dari cukup. Negara berkembang seperti Libya dan Maroko mengeluhkan upaya perlindungan hiu yang diajukan Palau dan Amerika Serikat itu akan merusak perekonomian negara-negara miskin yang mengandalkan sektor perikanan dan membebani mereka dengan langkah penegakan hukum yang mahal.
Delegasi Cina mengatakan tak ada bukti ilmiah bahwa kelangsungan hidup hiu terancam, dan CITES bukanlah forum yang tepat untuk menangani isu ini. Cina memilih menyerahkan regulasi itu kepada lembaga yang berwenang, seperti Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) serta badan regional, yang menurut para aktivis konservasi telah gagal menghentikan penangkapan ikan ilegal dan tetap mempertahankan kuota ekspor mereka.
Sebelumnya, Oceana mengemukakan temuannya bahwa tak kurang dari 73 juta hiu dibantai setiap tahun, terutama untuk diambil siripnya. Sebagian besar sirip hiu diekspor ke Cina. Sup sirip hiu adalah hidangan istimewa dalam kultur tradisional Cina yang kerap disajikan dalam jamuan makan dan pernikahan. Permintaan akan sup itu melonjak tajam bersamaan dengan meningkatnya jumlah keluarga kelas menengah Cina yang kian makmur.
TJANDRA DEWI | AP | CITES