Mahasiswa angkatan 2006 itu terpilih sebagai pemenang pertama untuk kawasan Asia Pasifik melalui serangkaian penelitian yang tertuang dalam makalah ilmiah berjudul "Limbah Teh Hitam (Bohea Bulu) Sebagai Agen Defaunasi terhadap Reduksi Gas Metan pada Fermentasi Rumen dalam Mendukung Peternakan Ramah Lingkungan." Menyisihkan 1.000 peserta lain, Daning berhak maju ke kompetisi ilmuwan muda tingkat dunia yang sudah berlangsung untuk ke-26 kalinya ini.
Sebagai mahasiswa Peternakan, Daning mengaku gelisah karena industri rumen (peternakan sapi perah dan potong) menyumbang sekitar 20 persen gas metan di dunia. Gas metan adalah salah satu penyumbang kerusakan lapisan ozon yang menjadi penyebab pemanasan global. "Sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan Jurusan Nutrisi, saya berpikir bagaimana cara mengurangi produksi gas metan melalui asupan makanan sapi," kata Daning di kampus UGM Yogyakarta, Selasa lalu.
Daning mencoba memanfaatkan limbah teh hitam dari pusat penelitian teh dan kina Bambung di Ciwidey, Bandung. Selama ini limbah teh hitam itu hanya dimanfaatkan sebagai pupuk. "Saya manfaatkan sebagai pakan, sehingga punya nilai lebih," katanya. "Kalau hanya untuk pupuk, lebih baik menggunakan kotoran sapinya saja."
Limbah teh hitam itu dicampur dengan dedak halus dan cacahan rumput raja sebagai ransum pakan sapi. Hasilnya, produksi gas metan turun hingga 40 persen dibanding ransum pakan sapi yang tidak dicampur dengan limbah teh hitam.
Menurut Daning, limbah teh hitam mampu menekan jumlah mikroba yang memproduksi gas metan. Itu sebabnya produksi gas metan menjadi berkurang. Sayangnya, penelitian ini masih sebatas di laboratorium. "Belum dicobakan pada hewan," katanya.
HERU CN