Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Isotop Karbon-14 untuk Mengukur Gas Rumah Kaca

image-gnews
Carbon 14
Carbon 14
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta - Tumbuh-tumbuhan dan hewan ternyata melepaskan gas karbon dioksida. Alhasil, untuk memperoleh gambaran yang akurat dari kontribusi pembakaran bahan bakar fosil, peneliti sedang mengembangkan alat baru untuk membedakan antara CO2 "alami" dan yang keluar dari proses aktivitas manusia.

Salah satu tekniknya menggunakan isotop radioaktif karbon-14, yang dapat menelisik jejak karbon dioksida di atmosfer. Isotop jenis ini ternyata dikeluarkan oleh tanaman yang terkubur selama jutaan tahun, bukan oleh bahan bakar fosil. Dengan mengambil sampel udara dan mengukur isi karbon-14, peneliti dapat mengetahui berapa banyak karbon dioksida yang berasal dari biosfer dan dari emisi bahan bakar fosil.

"Jika Anda melakukan ini dalam skala besar, hal itu benar-benar menajamkan pandangan kita soal biosfer," kata Pieter Tans, ilmuwan senior NOAA Earth System Research Laboratory di Boulder. Levin secara teratur mengukur muatan karbon-14 dalam sampel udara di Jerman menggunakan Geiger. Sedangkan Tans dan kawan-kawan belum lama ini menggunakan spektrometri. Komite NRC merekomendasikan biaya pengukuran tahunan karbon-14 di seluruh dunia sebesar US$ 5-10 juta.

Saat ini ilmuwan AS dan Jepang sibuk menafsirkan data awal dari satelit Jepang, dan NASA berencana meluncurkan versi kedua Orbiting Carbon Observatory pada 2013. Prancis saat ini juga mengembangkan satelit sejenis. "Jika Anda ingin tahu apakah ada perubahan emisi dari 2010 sampai 2020, kita harus melakukan pengukuran sekarang."

Banyak satelit dipakai karena pengukurannya lebih andal untuk memverifikasi emisi gas rumah kaca. "Semua orang dapat melihat emisi orang lain dengan cara yang sangat transparan," kata Philippe Ciais, Koordinator ICOS dan Direktur Laboratorium for Climate Sciences and the Environment di Gif-sur-Yvette, Prancis.

Pemantauan dan pengendalian karbon dioksida memang akan jadi satu bagian dari perjanjian iklim di masa mendatang. Gas seperti metana, asam nitrat, dan berbagai senyawa yang mengandung florida memiliki efek pemanasan yang kuat dan harus dipantau. Komisi Eropa dan Netherlands Environment Assessment Agency bekerja sama untuk membuat emisi gas-gas rumah kaca lebih rendah.
Emissions Database for Global Atmospheric Research (EDGAR) mengumpulkan inventori secara internasional dan nasional. Di Universitas Heidelberg, Levin menggunakan kajian EDGAR dan pengukuran langsung dari 14 lokasi di seluruh dunia untuk menghitung emisi heksaflorida sulfur (SF6). Ini merupakan insulator yang tahan api yang digunakan dalam peralatan listrik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Molekul SF6 memiliki panas hampir 24 ribu kali kekuatan sebuah molekul karbon dioksida dan tetap dalam kondisi itu sekitar 3.200 tahun. Artinya, semua SF6 pernah dipancarkan oleh manusia. Penelitian Levin menunjukkan bahwa emisi SF6 oleh negara-negara industri ternyata dua kali lebih tinggi ketimbang yang disampaikan kepada UNFCCC.

Temuan itu menunjukkan adanya "perangkap" dari laporan negara industri. Menurut Levin, jika Anda ingin tahu apakah ada perubahan dalam emisi sepanjang 2010-2020, kita harus melakukan pengukuran saat ini juga. "Aku tidak bisa keluar hari ini untuk mendapatkan kualitas udara Heidelberg pada September tahun lalu. Udara itu telah lenyap."

UNTUNG WIDYANTO (NATURE.COM)

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Banjir di Dubai Bukan Disebabkan Teknologi Hujan Buatan, Ini Penjelasan Peneliti BRIN

7 hari lalu

Mobil terjebak di jalan yang banjir setelah hujan badai melanda Dubai, di Dubai, Uni Emirat Arab, 17 April 2024. REUTERS/Rula Rouhana
Banjir di Dubai Bukan Disebabkan Teknologi Hujan Buatan, Ini Penjelasan Peneliti BRIN

Dubai terdampak badai yang langka terjadi di wilayahnya pada Selasa lalu, 16 April 2024.


Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

12 hari lalu

Anomali suhu udara permukaan untuk Maret 2024. Copernicus Climate Change Service/ECMWF
Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

Maret 2024 melanjutkan rekor iklim untuk suhu udara dan suhu permukaan laut tertinggi dibandingkan bulan-bulan Maret sebelumnya.


Waspada Dampak Penguapan Air Selama Kemarau, Diperkirakan Berlangsung di Jakarta dan Banten pada Juni-Agustus 2024

30 hari lalu

Warga beraktivitas di pinggir Waduk Cacaban, Kedung Banteng, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Selasa, 11 September 2018. Akibat musim kemarau tahun ini, volume air di salah satu waduk penyuplai di wilayah Pantura itu menyusut hingga lebih dari puluhan meter sehingga mengancam kekeringan, terutama persawahan di sejumlah wilayah itu. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Waspada Dampak Penguapan Air Selama Kemarau, Diperkirakan Berlangsung di Jakarta dan Banten pada Juni-Agustus 2024

Fenomena penguapan air dari tanah akan menggerus sumber daya air di masyarakat. Rawan terjadi saat kemarau.


Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

36 hari lalu

Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mengecek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur, Senin (18/3/2024), yang direncanakan menjadi lokasi upacara HUT Ke-79 RI pada 17 Agustus 2024. ANTARA/HO-Biro Humas Setjen Kemhan RI.
Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

AMAN mengidentifikasi belasan masyarakat adat di IKN Nusantara dan sekitarnya. Mereka terancam rencana investasi proyek IKN dan dampak krisis iklim.


13 Persen Resort Ski Dunia Diprediksi Gundul dari Salju Pada 2100

36 hari lalu

Australia dalam sepekan harus menyiapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona di resor ski. Foto: @thredboresort
13 Persen Resort Ski Dunia Diprediksi Gundul dari Salju Pada 2100

Studi hujan salju di masa depan mengungkap ladang ski dipaksa naik ke dataran lebih tinggi dan terpencil. Ekosistem pegunungan semakin terancam.


Studi Terbaru: IKN Nusantara dan Wilayah Lain di Kalimantan Terancam Kekeringan Ekstrem pada 2050

37 hari lalu

Pekerja menyelesaikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis 15 Februari 2024. Pembangunan PLTS tersebut untuk fase pertama sebesar 10 megawatt (MW) dari total kapasitas 50 MW yang akan menyuplai energi terbarukan untuk IKN dan akan beroperasi pada 29 Pebruari 2024. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Studi Terbaru: IKN Nusantara dan Wilayah Lain di Kalimantan Terancam Kekeringan Ekstrem pada 2050

Kajian peneliti BRIN menunjukkan potensi kekeringan esktrem di IKN Nusantara dan wilayah lainnya di Kalimantan pada 2033-2050. Dipicu perubahan iklim.


Suhu Udara Global: Bumi Baru Saja Melalui Februari yang Terpanas

46 hari lalu

Kebakaran hutan membakar area di Santa Juana, dekat Concepcion, Cile, 4 Februari 2023. REUTERS/Ailen Diaz
Suhu Udara Global: Bumi Baru Saja Melalui Februari yang Terpanas

Rekor bulan terpanas kesembilan berturut-turut sejak Juli lalu. Pertengahan tahun ini diprediksi La Nina akan hadir. Suhu udara langsung mendingin?


Benarkah Pemanasan Global Sudah Tembus Batas 1,5 Derajat Celsius?

12 Februari 2024

Seorang warga berjalan di dekat instalasi
Benarkah Pemanasan Global Sudah Tembus Batas 1,5 Derajat Celsius?

Januari 2024 lalu adalah rekor baru pemanasan global untuk suhu rata-rata bulanan.


Cuaca Ekstrem Bukan Fenomena Alam Biasa, Peneliti BRIN Usul Dibentuk Komite Khusus

2 Februari 2024

Sejumlah petugas memotong pohon yang tumbang menimpa salah satu rumah karena diterjang gelombang kencang akibat badai Siklon tropis Seroja di Kota Kupang, NTT, Kamis, 8 April 2021. ANTARA/Kornelis Kaha
Cuaca Ekstrem Bukan Fenomena Alam Biasa, Peneliti BRIN Usul Dibentuk Komite Khusus

Cuaca ekstrem harus dilihat dalam perspektif perubahan iklim global.


Mahfud MD Soroti Deforestasi, 5 Dampak Buruk Penggundulan Hutan yang Sudah Terjadi

23 Januari 2024

Pemandangan udara terlihat dari kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, 6 Juli 2010. REUTERS/Crack Palinggi/File Foto
Mahfud MD Soroti Deforestasi, 5 Dampak Buruk Penggundulan Hutan yang Sudah Terjadi

Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD menyebut deforestasi di Indonesia lebih luas dari Negara Korea Selatan. Apa saja dampak buruk yang sudah terjadi?