Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jepang Meluncurkan Akatsuki Untuk Membongkar Rahasia Venus  

image-gnews
cronodon.com
cronodon.com
Iklan

TEMPO Interaktif, Tanegashima - Sebuah wahana antariksa baru Jepang diluncurkan ke Venus pada hari ini. Wahana pengorbit planet paling terang itu akan membantu memecahkan misteri planet kembaran bumi yang selalu diliputi awan asam sulfur tebal tersebut.

Wahana iklim pengorbit Venus itu dinamai Akatsuki, yang berarti subuh atau dinihari dalam bahasa Jepang, diluncurkan dari Tanegashima Space Center di Jepang pada Selasa pagi waktu setempat. Badan Eksplorasi Antariksa Jepang (JAXA) menyatakan nama itu dipilih karena Venus bersinar paling terang seperti bintang pagi beberapa saat sebelum matahari terbit.

Selama dua tahun, Akatsuki akan menjalankan misi untuk mempelajari cuaca dan permukaan Venus secara detail. "Begitu kami dapat menjelaskan struktur Venus, kami akan bisa memahami bumi dengan lebih baik," kata Takeshi Imamura, ilmuwan proyek Akatsuki dalam pernyataan yang dirilis oleh JAXA. "Misalnya, kami mungkin dapat menemukan alasan mengapa hanya bumi yang mampu mempertahankan samudra, dan mengapa hanya di bumi kehidupan bisa begitu berlimpah."

Akatsuki, menurut Imamura, adalah wahana penyelidik antarplanet pertama di dunia yang layak disebut sebagai satelit meteorologi. Wahana robotik seberat 480 kilogram itu membawa lima kamera berbeda untuk mempelajari awan Venus, sekaligus memetakan cuaca planet itu dan mengintip permukaan planet lewat atmosfer tebalnya.

Satelit itu akan bergabung dengan wahana Venus Express milik Eropa yang telah terlebih dulu mengorbit di sekitar planet batu itu. "Venus kini telah bertransformasi dari sebuah tempat yang mirip bumi menjadi tempat asing, dan apa yang menarik tentang planet itu adalah mengetahui bagaimana dia berbeda dari bumi dan sejarah di balik apa yang terjadi," kata David Grinspoon, kurator astrobiologi di Denver Museum of Nature and Science, ilmuwan dalam misi Venus Express. "Dia dapat membantu kita memahami bagaimana bumi mungkin berubah kelak."

Akatsuki akan meluncur di puncak sebuah roket Jepang H-2A. Dalam misi itu, Akatsuki tidak sendirian karena JAXA juga meluncurkan sejumlah satelit eksperimen yang lebih kecil, termasuk Ikaros, sebuah layar surya yang khusus dirancang untuk membuntuti perjalanan Akatsuki ke Venus. Jika layar polyimide, yang masih dalam taraf percobaan, itu sukses, JAXA akan membuat satelit berbentuk layang-layang itu dalam ukuran yang jauh lebih besar untuk berlayar ke Jupiter.

Salah satu target utama Akatsuki adalah untuk memahami misteri terbesar Venus, yaitu rotasi super atmosfernya. Berbeda dengan atmosfer bumi yang "ramah", Venus memiliki atmosfer berupa angin kencang yang mendorong awan dan badai mengelilingi planet itu dengan kecepatan lebih dari 360 kilometer per jam, atau hampir 60 kali lipat lebih cepat daripada rotasi planet itu sendiri.

"Tak ada model iklim Venus konsisten yang dapat meniru superrotasi itu," kata Grinspoon. "Kami mengambil pemodelan sirkulasi umum dari bumi dan mengutak-atiknya agar sesuai dengan Venus, tapi pemodelan itu tidak cocok. Dengan lebih memahami bagaimana iklim Venus bekerja, itu akan membantu kami mengetahui bagaimana perubahan iklim bumi berlangsung."

Akatsuki akan memonitor Venus dalam sinar inframerah untuk lebih banyak mempelajari atmosfer dan permukaannya di bawah awan tebal tersebut, dan diharapkan dapat mengungkap mekanisme yang mendorong superrotasi itu. Namun Imamura mengatakan timnya telah siap dikejutkan oleh penemuan tak terduga yang mungkin bakal menguak lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. "Kami akan amat senang dikagetkan oleh munculnya misteri yang jauh lebih besar daripada superrotasi," ujarnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Wahana Venus Express milik Badan Antariksa Eropa (ESA) yang diluncurkan pada 2005 sudah lebih dulu menemukan misteri baru Venus. Satelit itu menemukan bukti adanya kilat di planet tersebut, sesuatu yang seharusnya tidak mungkin terjadi di Venus. "Apa yang menciptakan kilat di bumi adalah butiran air dan kristal es di awan, yang memicu terjadinya pemisahan muatan listrik yang diperlukan kilat, dan cuaca semacam itu tak dijumpai di Venus," kata Grinspoon.

Venus memang memiliki awan tebal, tapi awannya tersusun dari asam sulfur, bukan air dan kristal es. "Mungkin ada sejenis cuaca yang belum pernah kami lihat di Venus, yang menyebabkan kilat itu, atau mungkin kami keliru soal kondisi yang diperlukan untuk melahirkan sebuah kilat," ujarnya.

Akatsuki akan dapat menangkap petunjuk vital tentang kilat itu dengan sebuah kamera yang khusus dirancang untuk mengabadikannya.

Target lain yang diemban oleh Akatsuki adalah menyelidiki garis aneh yang terdapat di lapisan teratas awan Venus, yang dijuluki "blue absorber" karena mereka menyerap cahaya dalam panjang gelombang biru dan ultraviolet dengan amat kuat. Alat pencitra ultraviolet Akatsuki diharapkan bisa menyelidiki garis ganjil itu.

Garis itu amat menarik perhatian para ilmuwan karena aksi tersebut menyerap energi dalam jumlah besar, hampir separuh total energi surya yang diserap Venus. Tampaknya penyerapan itu memainkan peran utama dalam menjaga Venus tetap seperti saat ini, dengan temperatur permukaan lebih dari 460 derajat Celsius. "Kami tak tahu zat apa itu," kata Grinspoon. "Kemungkinan itu adalah sejenis senyawa sulfur, tapi kami belum dapat mengungkapnya hingga saat ini."

Misteri lain yang menanti Akatsuki adalah kabut terang yang tiba-tiba menutupi dua per tiga belahan bumi selatan Venus pada 2007. Kabut itu mendadak lenyap beberapa hari kemudian. Belum diketahui apa yang memicu perubahan tersebut. "Kami menduga itu adalah semacam dinamika perputaran atmosfer yang menyuntikkan sulfur dioksida di atas awan, tapi kami belum bisa memastikannya," ujar Grinspoon.

Awan itu kemungkinan memperoleh pasokan energi dari sulfur yang dimuntahkan gunung-gunung berapi di Venus karena Grinspoon menduga sulfur yang terlihat di atmosfer seharusnya terurai setelah 10 hingga 30 juta tahun. Namun awan Venus begitu tebal dan tak pernah ada yang melihat keberadaan gunung berapi di planet itu sehingga para ilmuwan dalam proyek Akatsuki berharap kamera satelit itu bisa menemukan gunung api aktif di balik awan tersebut. "Venus menjaga rahasianya rapat-rapat, dalam sebuah kondisi yang tak bisa ditembus," katanya.

TJANDRA DEWI | SPACE | JAXA | NATURE

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Ulasan Profesor Astronomi BRIN soal Posisi Hilal dan Lebaran 10 April 2024

11 hari lalu

Petugas Kantor Kemenag Kota Sabang melakukan pemantauan hilal di Tugu Kilometer Nol Indonesia, Kota Sabang, Aceh, Minggu, 10 Maret 2024. Kementerian Agama menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriah jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024 ANTARA/Khalis Surry
Ulasan Profesor Astronomi BRIN soal Posisi Hilal dan Lebaran 10 April 2024

Awal Syawal atau hari Lebaran 2024 diperkirakan akan seragam pada Rabu, 10 April 2024. Berikut ini penjelasan astronom BRIN soal posisi hilal terkini.


Tak Segampang Itu Mengamati Komet Setan, Terlalu Singkat dan Berpotensi Terhalang Awan

17 hari lalu

Komet 12P/Pons-Brooks terlihat setelah letusan besar pada 20 Juli 2023. Tanduk khas dalam letusan itu menjadikan komet ini disebut sebagai komet setan. Foto: Comet Chasers/Richard Miles
Tak Segampang Itu Mengamati Komet Setan, Terlalu Singkat dan Berpotensi Terhalang Awan

Kondisi cuaca, polusi cahaya, dan sempitnya durasi bisa menghambat pengamatan Komet Setan.


Fenomena Langka di Langit April 2024, Hujan Meteor Hingga Komet Setan

17 hari lalu

Pemandangan lintasan meteor di langit malam selama hujan meteor tahunan Perseid di Taman Nasional Shebenik, di Fushe Stude, Albania, 13 Agustus 2023. REUTERS/Florion Goga
Fenomena Langka di Langit April 2024, Hujan Meteor Hingga Komet Setan

Sejumlah fenomena astronomi langka bakal terjadi sepanjang April 2024. Ada hujan meteor, gerhana matahari total, sampai okultasi bintang Antares.


Kemunculan Komet Setan, Perlukah Kita Khawatir?

18 hari lalu

Gambaran orbit elips komet 12P/Pons-Brooks yang akan melontarkan 'komet setan' itu mengelilingi matahari pada 2024. Foto: SpaceReference.org
Kemunculan Komet Setan, Perlukah Kita Khawatir?

Komet 12P/Pons-Brooks alias komet setan menuju titik terdekatnya dengan matahari dan bumi. Pakar astronomi membantah isu tanda kiamat.


Pilih 5 Program Studi Perguruan Tinggi Bagi yang Ingin Berkarier di BMKG

2 Februari 2024

Pegawai BMKG menunjukkan bagan prediksi cuaca di Kantor BMKG Jakarta, Selasa 7 Januari 2020. (ANTARA/Katriana)
Pilih 5 Program Studi Perguruan Tinggi Bagi yang Ingin Berkarier di BMKG

Ingin bekerja di Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika? Berikut 5 program studi di perguruan tinggi yang dibutuhkan BMKG.


Fenomena Astronomi 2024, 5 Gerhana Bulan dan Matahari Tidak Melintasi Indonesia

6 Januari 2024

Fase awal gerhana bulan sebagian (U1) di Bekasi, Jawa Barat, Minggu, 29 Oktober 2023 dinihari. Fase U1 ini terjadi saat sebagian piringan bulan masuk ke umbra Bumi. ANTARA. FOTO/Paramayuda
Fenomena Astronomi 2024, 5 Gerhana Bulan dan Matahari Tidak Melintasi Indonesia

Ada lima gerhana bulan dan matahari yang akan terjadi pada tahun 2024.


Fenomena Astronomi Desember, Hujan Meteor Geminid Sampai Malam Natal

5 Desember 2023

Hujan meteor Geminid. (nasa.gov)
Fenomena Astronomi Desember, Hujan Meteor Geminid Sampai Malam Natal

Beberapa fenomena astronomi mewarnai langit malam Desember 2023.


Fenomena Langit Oktober Diwarnai Gerhana Bulan dan Tiga Hujan Meteor

4 Oktober 2023

Gerhana Bulan terlihat di Bangkok, Thailand, 8 November 2022. REUTERS/Athit Perawongmetha
Fenomena Langit Oktober Diwarnai Gerhana Bulan dan Tiga Hujan Meteor

Gerhana bulan akan terjadi pada Ahad dini hari, 29 Oktober 2023.


Jakarta Raih 4 Medali Bidang Astronomi di OSN, Ini Kata Pelatih dari Planetarium Jakarta

6 September 2023

Olimpiade Sains Nasional atau OSN 2023. Dok. Puspresnas
Jakarta Raih 4 Medali Bidang Astronomi di OSN, Ini Kata Pelatih dari Planetarium Jakarta

DKI Jakarta meraih juara umum pada Olimpiade Sains Nasional atau OSN 2023 dengan total 71 medali.


Dzaky Rafiansyah Raih Dua Perak Olimpiade Astronomi Berturutan, Ini Rahasianya

4 September 2023

Dzaky Radiansyah bersama medali perak yang diraihnya di International Olympiad on Astronomy and Astrophysics (IOOA) ke-16 2023. Foto: Pribadi
Dzaky Rafiansyah Raih Dua Perak Olimpiade Astronomi Berturutan, Ini Rahasianya

Dzaky mengaku menyukai astronomi sejak kelas 3 SMP.