Keempat mahasiswa UGM tersebut adalah Ferro Ferizka (Fakultas Teknik jurusan Informatika), Iqbal Satrio (Fakultas Ekonomi), Riza Oktavian (FMIPA jurusan Komputer) dan Gatot Fajar (FMIPA jurusan Komputer). Karya keempat mahasiswa ini berhasil meraih juara III Imagine Cup 2010 di Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurut Ferro Ferizka, MIMBO memanfaatkan layar sentuh sebagai media komunikasi proses belajar mengajar di kelas. Satu layar sentuh bisa digunakan untuk empat orang siswa, sehingga bisa lebih efisien.
“Empat siswa itu bisa melakukan hal yang berbeda secara bersamaan. Yang satu mungkin memanfaatkan untuk membaca buku elektronik, yang satu sedang mengerjakan soal-soal, yang satu sedang konsultasi dengan guru dan satunya lagi mungkin sedang menyimak penjelasan guru tentang bidang studi tertentu,” kata Ferro kepada wartawan di kampus UGM, Kamis (3/6).
Perangkat lunak hasil ciptaan empat mahasiswa UGM ini juga dilengkapi dengan mesin penerjemah. Dengan demikian tidak ada lagi kendala bahasa bagi penggunanya, baik untuk siswa maupun gurunya. Sebab, ketika siswa sedang mengkonsultasikan satu mata pelajaran tertentu, bisa jadi tutor atau gurunya adalah orang asing di negara lain.
“Jadi, siswa tinggal menuliskan pertanyaan dengan bahasa Indonesia, sementara tutor, misalnya orang Jepang, langsung menerima pertanyaan dalam bahasa Jepang dan sebaliknya,” ujar Ferro.
Diakui Ferro, teknologi ini memang sangat tergantung dengan ketersediaan aliran listrik serta sambungan internet. Namun, menurut Ferro, hal itu bukan menjadi kendala mengingat sambungan listrik dan internet di Indonesia makin bisa menjangkau daerah terpencil.
Selain ketersediaan listrik dan sambungan internet, faktor biaya juga menjadi salah satu kendala. Untuk “membangun” virtual class dengan perangkat lunak MIMBO untuk 120 anak, empat kelas dan empat orang guru, dibutuhkan dana tak kurang dari Rp 400 juta. “Biaya ini sebenarnya tidak terlalu mahal karena sekolah itu tidak lagi harus membangun perpustakaan karena dengan perangkat lunak ini siswa bisa membaca buku apa saja yang dibutuhkan melalui program e-book,” kata Ferro.
Iqbal Satrio mengakui, kelas virtual ini memang belum diujicobakan di lapangan karena kendala perizinan dan infratruktur. Namun, menurut Iqbal, sudah ada investor yang tertarik untuk memanfaatkan perangkat lunak MIMBO ini. Iqbal menolak menyebut investor yang akan memanfaatkan teknologi temuan The Wolfgang Team ini.
“Belum saatnya untuk diungkap jati diri investor itu. Yang jelas, teknologi ini akan dimanfaatkan di lingkungan SD Internasional, karena infrastrukturnya memang sudah siap,” ujarnya.
HERU CN