“Ini karena kejuaraannya untuk kategori Pekan Kreatifitas Mahasiswa Gagasan Tertulis, jadi memang belum ditingkat aplikasi,” kata Wasrif, di Gedung Pusat UGM, Senin, (23/8). Wasrif bersama rekanya Taufan Kurniawan dan Friski Cahya mendapatkan medali emas untuk karya mereka tersebut.
Meski masih gagasan tertulis, Wasrif berharap, pemerintah Indonesia menerapkan ide mereka di daerah perkotaan padat penduduk. Ini lantaran Wasrif menilai beberapa kota besar di Indonesia seperti Surabaya, Jakarta, Semarang rawan banjir. “Peran pemerintah bisa diterapkan dengan memasang pipa pori resapan di saluran drainase dalam jumah massal,” tambah Taufan Kurniawan.
Pipa Pori Resapan yang kemudian disingkat mereka menjadi PPP itu terdiri dari pipa berpori, ijuk, sampah organik, batu kerikil, saringan inlet, serta pipa horizontal atau pelimpas. “Inovasi ini menggabungkan tiga solusi penanggulangan banjir lainnya yakni sumur resapan, lubang resapan biopori, serta pipa komposter resapan,” kata Wasrif.
Berbeda dengan pipa resapan lain, mereka menggunakan ijuk tebak, kerikil, dan jaringan pipa yang membuat tanah tetap stabil. “Karena kalau tanah tidak stabil akan membahayakan bangunan di sekitarnya,” katanya.
Agar PPR dapat berfungsi optimal di lapagan, Taufan berharap kerjasama antara pemerintah, akademisi, dan industri.
Untuk kalangan pemerintah, mereka dapat berpartisipasi dalam mensosialisasikan inovasi PPR kepada masyarakat. Akademisi melakukan riset lebih detil untuk mengetahui optimalisme pipa ini. Sementara kalangan industri dapat melakukan produksi massal PPR dengan prototype yang baku.
“Jika ini bisa, maka bisa memberi solusi banjir di perkotaan,” katanya. Harga pembuatan pipa pori tak terlalu mahal. Menurut Taufan, total biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 150000.
Dalam PIMNAS XXIII UGM meraih juara umum. Tim UGM memboyong 19 medali dengan rincia 9 emas, 4 perak, dan 6 perunggu.
BERNADA RURIT