TEMPO Interaktif, Massachusetts - Penumpang yang berpergian dengan pesawat di negara berkembang berisiko mengalami kecelakaan 13 kali lebih besar ketimbang penumpang di negara maju.
Statistik ini dimuat dalam artikel Catatan Keselamatan Penerbangan Lintas Negara di Jurnal Transportation Science, yang ditulis oleh Arnold Barnett. Dia adalah profesor riset operasional di Institut Teknologi Massachusetts, Amerika Serikat yang berfokus pada keselamatan penerbangan.
Dalam penelitian ini dia menggunakan data keselamatan penerbangan seluruh dunia antara 2000 sampai 2007, baik pesawat jet maupun baling-baling.
Prof. Barnett mendapati kemungkinan penumpang menjumpai maut dalam pesawat di negara ekonomi maju seperti AS, Jepang, dan Irlandia adalah 1 berbanding 14 juta. "Dengan perhitungan ini, seorang penumpang yang saban hari sekali naik pesawat memiliki 38 ribu tahun sebelum mengalami kecelakaan fatal," ujarnya seperti dikutip Science Daily, Kamis (2/9).
Nah, di negara berkembang seperti Indonesia, risiko kematian itu membumbung jadi 1 : 800 ribu. "Maka tidak heran setiap bulan ada kecelakaan pesawat di seluruh dunia," kata Barnett.
Walaupun data terkini yang digunakan berakhir pada 2007, dia melanjutkan, polanya tetap sama. Sepanjang tahun ini terjadi delapan kecelakaan pesawat penumpang. "Semuanya terjadi di negara berkembang," kata Barnett.
Barnett tidak secara eksplisit menyebutkan penyebabnya. Menurut dia, walaupun beberapa negara berkembang sudah hampir menyamai negara maju dalam faktor usia harapan hidup dan pendapatan perkapita, namun otoritas dan individualisme mereka tidak berkembang seperti negara maju. "Perkembangan ekonomi yang bergerak mendekati negara maju, tidak diikuti oleh perkembangan budaya," katanya.
SCIENCE DAILY | REZA M