TEMPO Interaktif, Jakarta - Meskipun sering ditampakkan sebagai makhluk kuno yang lusuh dan bodoh, ternyata manusia Neandertal memiliki kasih sayang dan kepedulian yang tinggi terhadap sesamanya.
Sebuah studi yang dilakukan tim dari Universitas York menyebutkan, di wilayah Eropa sekitar 500 ribu hingga 40 ribu tahun yang lalu beberapa anggota genus Homo yang telah punah itu ternyata memiliki komitmen terhadap kesejahteraan sekitarnya.
Para peneliti dari Departemen Arkeologi itu meyakini ada perasaan kasih sayang yang muncul ketika makhluk yang berasal dari zaman Pleistosen ini berusia remaja. Rasa kepedulian ini juga muncul akibat kesamaan di antara mereka dalam mencari makanan, yakni melalui berburu bersama-sama.
"Kasih sayang adalah emosi manusia yang paling mendasar," kata pemimpin penelitian Dr Penny Spikins. "Meskipun sukar dipahami, inilah yang menjadi tali pengikat di antara mereka."
Bersama dengan peneliti Andy Needham dan Holly Rutherford, Spikins menemukan bukti bahwa pada masa itu manusia Neanderthal yang lemah dan terluka akan dirawat bersama-sama. Ini terungkap ketika peneliti menemukan tubuh Neanderthal yang diduga masih anak-anak dan mengalami cacat di bagian lengan, kaki dan buta.
Menurut Spikins, apabila Neanderthal tidak memiliki kasih sayang dan kepedulian, maka sejak lahir anak itu akan dibiarkan atau dibunuh. Tetapi dari hasil penelitian tampaknya si Neanderthal kecil mampu bertahan hidup hingga berusia lima atau enam tahun.
"Ini jelas menjadi bukti bahwa perasaan kasih sayang sudah tertanam sejak zaman nenek moyang yang hidup di masa paling kuno," katanya. Dengan ditemukannya rasa kepedulian terhadap sesama ini artinya manusia Neanderthal telah memiliki perkembangan pemikiran rasional.
Selain menangkap "sinyal" andanya kasih sayang antar Neanderthal, Spikins menduga pada masa itu juga terjadi interaksi antara manusia dengan binatang, seperti simpanse dengan cara saling bantu satu sama lain.
Kendati sudah punah, rasa kasih sayang dan kepedulian pada manusia Neanderthal itu, menurut Spikins, bisa saja diturunkan kepada manusia modern atau Homo Sapiens. Namun untuk membuktikannya perlu diteliti lebih lanjut mengenai evolusi dan hubungan genetika di antara keduanya.
Dailymail|Rini K