Malam ini terasa hangat. Para penggemar BlackBerry tampak antusias mengutak-atik sejumlah Torch yang terikat di sebuah meja. Minuman dan makanan mengalir. Suara musik, obrolan, dan canda tawa membikin suasana tambah meriah. Sebelumnya, undangan dihibur dengan pertunjukan piano tunggal dan melukis dengan pasir.
Kemeriahan itu sebetulnya kontras dengan persoalan yang tengah membelit perusahaan asal Kanada itu. Khususnya soal sejumlah negara yang mempertimbangkan untuk melarang layanan BlackBerry di negerinya.
India adalah salah satu negara besar yang ikut mempertimbangkan pemblokiran itu. Negeri berpenduduk 1,2 miliar ini akan memblokir layanan e-mail dan pesan instan bila RIM tak mau membuka akses layanannya untuk intelijen dan penegakan hukum. Batas waktunya 31 Agustus lalu, tapi India memberi kesempatan 60 hari untuk mendirikan server di India.
Ketentuan ini sebetulnya berlaku juga bagi perusahaan lain, terutama perusahaan yang menyediakan layanan komunikasi terenkripsi. Perusahaan-perusahaan itu diminta mendirikan server lokal agar pemerintah bisa mengakses data penggunanya. Dua perusahaan yang bakal "diserang" adalah Gmail dan Skype.
Serangan lainnya datang dari Timur Tengah. Libanon, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi berada dalam satu barisan. Libanon misalnya, sedang mempertimbangkan apakah layanan BlackBerry berisiko keamanan.
Sedangkan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab sempat memerintahkan penghentian layanan e-mail, pesan, dan Internet.
Bagaimana dengan Indonesia? Sama seperti India, Indonesia telah meminta RIM mendirikan server di sini dan sempat keluar rencana pemblokiran meski tak jadi. Indonesia juga meminta RIM mendirikan kantor perwakilan di sini. Permintaan ini telah dipenuhi oleh RIM, sebagaimana sempat dicetuskan oleh Gregory Wade, Managing Director RIM Asia Tenggara, beberapa waktu lalu. Sumber kami mengungkapkan, RIM akan meresmikan kantor perwakilannya pada bulan depan.
DEDDY SINAGA