Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kembalikan Perundingan Iklim ke Khitahnya

image-gnews
Sejumlah aktivis lingkungan melakukan aksi teatrikal saat berlangsungnya Konferensi Perubahan Iklim di Copenhagen, Senin (07/12). Mereka menuntut keputusan yang tepat untuk mengatasi pemanasan global di bumi ini. AP Photo/Anja Niedringhaus
Sejumlah aktivis lingkungan melakukan aksi teatrikal saat berlangsungnya Konferensi Perubahan Iklim di Copenhagen, Senin (07/12). Mereka menuntut keputusan yang tepat untuk mengatasi pemanasan global di bumi ini. AP Photo/Anja Niedringhaus
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta - Tiga hari menjelang Konferensi Para Pihak PBB untuk Perubahan Iklim Ke-16 atau "The Sixteenth Conference of Party" di Cancun, Meksiko, koalisi lembaga swadaya masyarakat menggalang Gerakan Rakyat Indonesia Bertanya. Jumat (26/11) pagi, gerakan ini diluncurkan di Jakarta.

Ada dua pertanyaan besar yang diajukan koalisi sejumlah lembaga antara lain Walhi, Institut Hijau Indonesia, Greenpeace, Kiara, KAU, IESR dan Sawit Watch. Pertama, sudahkah pemimpin-pemimpin negara Annex-1 menurunkan emisi secara nyata di negara mereka ? Berapa penurunan emisi yang sudah mereka lakukan hingga saat ini?

Kedua, apa yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam mempersiapkan ratusan ribu bahkan jutaan rakyat Indonesia yang sedang berada di jurang bencana perubahan iklim ? Indonesia mengirimkan delegasi ke konferensi PBB di Cancun pada 29 November-10 Desember 2010.

Menurut Chalid Muhammad, dari Institut Hijau Indonesia, perubahan iklim merupakan salah satu bukti kegagalan model pembangunan yang selama ini dipraktikkan dunia, terutama di negara maju. Sayangnya solusi yang ditawarkan dalam rangkaian perundingan iklim belum mampu mengatasi masalah perubahan iklim. Pengurangan emisi secara global, tujuan yang menjadi mandat UNFCCC (The United Nations Framework Convention on Climate Change) terlupakan, dan kian mengarah kepada praktek business as usual.

Setelah Konferensi PBB tentang Iklim di Copenhagen tahun lalu, kata Ali Akbar dari WALHI, tidak ada perubahan maupun gebrakan yang signifikan yang ditunjukkan oleh pemimpin-pemimpin negara dalam mengatasi perubahan iklim. Bahkan terdapat kecenderungan untuk melemahkan perundingan dan pengelakan negara-negara Annex-1 untuk benar-benar memenuhi komitmennya menurunkan emisi nyata di negara mereka masing-masing.

Rangkaian pertemuan dengan pembahasan berbagai isu tematik diselenggarakan UNFCCC sejak Februari 2009. Namun berbagai
perundingan, belum dapat mencapai kesepakatan tentang seberapa besar penurunan emisi gas rumah kaca bagi negara maju setelah periode Protokol Kyoto. Komitmen negara maju dalam upaya memotong emisinya harus kembali dipertanyakan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Indonesia sebagai negara yang rentan terhadap perubahan iklim, tulis koalisi lembaga swadaya masyarakat ini, dituntut dapat memainkan peran dalam mengarahkan arah negosiasi. Pertama, tetap fokus pada penurunan emisi secara nyata (tingkat karbon dioksida (CO2) dunia dijaga tidak lebih dari 450 ppm). Kedua, memastikan tidak ada kenaikan temperatur global diatas 2°C. Tidak dipenuhinya komitmen tersebut akan berakhir katastropik, dan merugikan Indonesia yang merupakan negara kepulauan.

COP 16 di Mexico akan kembali menjadi saksi apakah pemimpin-pemimpin dunia benar-benar serius dengan berbagai komitmen mereka di masa lalu. Rakyat Indonesia, dan di berbagai negara berkembang lainnya, tidak dapat menunggu lagi janji-janji tersebut. Kami ingin melihat komitmen berubah menjadi kenyataan.

Ali Akbar menjelaskan pihaknya menggalang dukungan seluruh rakyat Indonesia, dan rakyat di negara berkembang lainnya, untuk mengajukan pertanyaan yang sama. Sudah saatnya pemimpin dunia tidak lagi bermain-main dan mempertaruhkan ratusan juta rakyat yang rentan terhadap dampak perubahan iklim dan mempertahankan business as usual mereka.

UNTUNG WIDYANTO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

3 hari lalu

Momen saat kereta melewati kucuran air akibat banjir di stasiun kereta bawah tanah di New York, AS, 1 September 2021. Banjir langsung melumpuhkan stasiun jaringan kereta bawah tanah karena air mengalir masuk hingga membanjiri stasiun. Twitter
Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

Hibah untuk lebih kuat bertahan dari cuaca ekstrem ini disebar untuk 80 proyek di AS. Nilainya setara separuh belanja APBN 2023 untuk proyek IKN.


Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

7 hari lalu

Ilustrasi badai taifun yang muncul di Samudera Pasifik. (friendsofnasa.org)
Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

Konektivitas laut dan atmosfer berperan pada perubahan iklim yang terjadi di dunia saat ini. Badai dan siklon yang lebih dahsyat adalah perwujudannya.


Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

7 hari lalu

Mobil terjebak di jalan yang banjir setelah hujan badai melanda Dubai, di Dubai, Uni Emirat Arab, 17 April 2024. REUTERS/Rula Rouhana
Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.


5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

7 hari lalu

Mobil melewati jalan yang banjir saat hujan badai di Dubai, Uni Emirat Arab, 16 April 2024. REUTERS/Abdel Hadi Ramahi
5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

Dubai kebanjiran setelah hujan lebat melanda Uni Emirat Arab


Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

12 hari lalu

Anomali suhu udara permukaan untuk Maret 2024. Copernicus Climate Change Service/ECMWF
Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

Maret 2024 melanjutkan rekor iklim untuk suhu udara dan suhu permukaan laut tertinggi dibandingkan bulan-bulan Maret sebelumnya.


Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

18 hari lalu

Seseorang memegang gambar aktivis iklim Greta Thunberg ketika para aktivis menandai dimulainya Pekan Iklim di New York selama demonstrasi yang menyerukan pemerintah AS untuk mengambil tindakan terhadap perubahan iklim dan menolak penggunaan bahan bakar fosil di New York City, New York, AS, 17 September 2023. REUTERS/Eduardo Munoz
Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

Aktivis Greta Thunberg ditangkap lagi setelah dibebaskan dalam unjuk rasa menentang subsidi bahan bakar minyak.


Curah Hujan Tinggi di Bogor, Ahli Meteorologi IPB Ungkap Fakta Ini

21 hari lalu

Ilustrasi hujan. REUTERS
Curah Hujan Tinggi di Bogor, Ahli Meteorologi IPB Ungkap Fakta Ini

Setidaknya ada tiga faktor utama yang menyebabkan curah hujan di Kota Bogor selalu tinggi. Namun bukan hujan pemicu seringnya bencana di wilayah ini.


Green Day akan Tampil di Panggung Konser Iklim

25 hari lalu

Billy Joe Armstrong dari Green Day tampil membawakan lagu
Green Day akan Tampil di Panggung Konser Iklim

Grup musik punk Green Day akan tampil dalam konser iklim global yang didukung oleh PBB di San Francisco


Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

30 hari lalu

Ilustrasi kekeringan: Warga berjalan di sawah yang kering akibat kemarau di Rajeg, Kabupaten Tangerang, Banten. ANTARA FOTO/Fauzan/ama.
Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

Jakarta dan Banten diperkirakan memasuki musim kemarau mulai Juni mendatang, dan puncaknya pada Agustus. Sedikit mundur karena anomali iklim.


Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

37 hari lalu

Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mengecek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur, Senin (18/3/2024), yang direncanakan menjadi lokasi upacara HUT Ke-79 RI pada 17 Agustus 2024. ANTARA/HO-Biro Humas Setjen Kemhan RI.
Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

AMAN mengidentifikasi belasan masyarakat adat di IKN Nusantara dan sekitarnya. Mereka terancam rencana investasi proyek IKN dan dampak krisis iklim.