Menurut Steve, iklan dan aplikasi yang muncul di ponsel sudah usang. Dengan aplikasi baru ini dia menginginkan apple akan menjual dan menjadi host iklan.
Dia menjanjikan iklan yang akan dibenamkan di produk Apple itu lebih interaktif sekaligus memiliki akses ke beberapa API seperti aplikasi aslinya secara normal. "Semuanya akan berjalan di atas HTML 5," ujar Steve.
Inovasi Apple ini tak lantas membuat industri iklan menciut. Mereka justru berlomba meningkatkan teknologinya untuk mengantarkan iklan ke konsumen.
Setelah beriklan dengan SMS dan MMS, kini model WAP banner menjadi alat promosi. Sedikit rumit karena harus mengkode ulang untuk menyesuaikan dengan ribuan jenis ponsel. Teknologi lainnya mengunduh konten iklan di ponsel.
Google Admob masih lebih banyak membuat aplikasi iklan mendasarkan layanannya pada lokasi.
Sedangkan InMobi menyediakan fitur baru untuk mengukur respons konsumen secara real time dan meningkatkan ROI-nya. Layanan baru untuk melacak ini disebut AdROIt.
Di Indonesia usaha yang bergerak seperti Admob adalah PT Antar Mitra Perkasa.
CEO PT Antar Mitra Perkasa, Joseph Lumban Gaol, mengatakan untuk mendistribusikan iklan ini mereka berusaha tidak mengganggu pengguna ponsel.
Dia menganalogikan beriklan di ponsel ini seperti beriklan di media massa. Pembaca atau pengguna tertarik akan beritanya. Ketika membaca konten berita para pembaca tak terlalu keberatan jika diselipi iklan.
Perusahaan ini juga bekerja sama juga dengan operator dan agensi. Untuk menyasar target mereka menanamkan aplikasi di penerbit yang bisa mendeteksi target audiens.
Joseph mencontohkan ketika pengguna ponsel mengakses situs penerbit browser akan mendeteksi aplikasi. Setelah itu aplikasi ini akan membaca jenis dan platform ponsel pengguna.
Lalu browser akan membawa informasi dari operator seperti MSISDN atau nomor ponsel pengguna, lokasi, dan sebagainya. Data ini akan dibaca aplikasi dan dikirim ke server. Selanjutnya server langsung akan menyebarkan atau mendistribusikan iklan sesuai pesanan.
Klien dari brand ternama biasanya akan mendistribusikan iklannya sesuai target konsumen. Yakni dengan model banner atau time line. Model ini disesuaikan dengan sasaran dan ponsel yang diinginkan.
“Ada yang minta iklan A khusus untuk Nokia atau BlackBerry saja atau ingin semua merek ponsel misalnya," ujar Joseph ditemui di kantornya pekan lalu.
Dia pun memperlihatkan sebuah banner iklan yang muncul di BlackBerry. Saat mengakses Uber Twitter maka muncul banner iklan yang masih samar di bagian atas atau header. Jika banner itu diklik maka situs iklan akan muncul.
Berbagai sistem operasi dan ponsel, atau ukuran layar ponsel, tak jadi masalah. Yang membuat repot adalah ponsel buatan Cina dengan IMEI yang tidak cocok standar GSM.
Ponsel Cina kebanyakan bersistem operasi MTK. Ponsel ini tak bisa mendeteksi lokasi, MSISDN, dan lokasi. "Kami menyiasati dengan standar format banner," ujarnya.
Sedangkan Group Head VAS Marketing Indosat, Teguh Prasetya, mengatakan ponsel Cina ini menyulitkan ketika aplikasi harus mendeteksi ponsel pengguna yang mengakses WAP, terutama untuk menyesuaikan dengan ukuran layarnya. "Susah mengenalinya," ujar Teguh.
Menurutnya karena banyak ponsel baru sehingga device management agak susah mengadaptasinya.
Kesulitan lain ketika IMEI di ponsel Cina ini sama. Untuk mengatasinya, mereka harus proaktif menginput atau mengupgrade data base secara manual untuk penyesuaian.
Senada dengan Joseph, apa pun platform ponsel, kecuali MTK, tak masalah. Ukuran layar di ponsel pintar yang makin besar juga menyediakan resolusi yang bagus. Jika ada masalah dalam penyesuaian konten, biasanya akan dikerjakan oleh internal Indosat atau penyedia konten.
DIAN YULIASTUTI