Pablo Solon, Duta Besar Bolivia untuk PBB, tetap bertahan dengan menyebutkan bahwa kesepakatan yang tak menghormati konsensus adalah bentuk pelanggaran aturan multilateral. Kesepakatan Cancun ini, katanya, tidak akan menghentikan kenaikan suhu 4 derajat Celsius, dan kita tahu 4 derajat Celsius berarti tidak ada kehidupan yang berkelanjutan.
Namun, setelah lobi dilakukan sejumlah negara, sikap Bolivia melunak, meskipun tetap menolak. Patricia, yang menjabat Menteri Luar Negeri Meksiko, langsung mengesahkan hasil konferensi berupa Cancun Agreements atau Kesepakatan Cancun yang berlagsung 29 November sampai 11 Desember 2010. Menurut dia, kesepakatan ini merupakan sebuah awal yang baik untuk masa depan yang lebih ramah lingkungan. Ini bukan akhir yang dibutuhkan, katanya, melainkan sebuah landasan penting untuk membangun ambisi bersama yang lebih besar.
Kompromi yang tercapai di Cancun menegaskan bahwa negara-negara maju harus mengurangi emisi mereka sebesar 25-40 persen di bawah level 1990 pada 2020. Hal ini bertujuan mencapai target suhu bumi yang berkisar 1,5-2 derajat Celsius. Namun dokumen itu tidak menjelaskan bagaimana cara mencapai target tersebut. Hal ini membuka pertanyaan, apakah sejumlah langkah, termasuk pengurangan emisi, akan mengikat secara hukum atau tidak.
Dalam aspek mitigasi, Cancun Agreements menyepakati pembentukan dana untuk membantu negara miskin mengembangkan teknologi karbon emisi rendah. Konferensi menyoroti penggundulan yang menyebabkan kerusakan 13 juta hektare hutan di dunia setiap tahun. Kerusakan hutan menyebabkan 20 persen emisi gas rumah kaca.
Karena itu, Indonesia, Brasil, dan Kongo, yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia, akan mendapatkan bantuan dari program PBB guna mengurangi emisi di negara berkembang. Program ini bertajuk REDD atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries.
Kesepakatan lain menyangkut Dana Lingkungan Hijau atau Green Climate Fund. Dana ini dimaksudkan untuk menggalang dan mendistribusikan US$ 100 miliar per tahun pada 2020 untuk melindungi negara miskin dari dampak perubahan iklim dan membantu pengembangan karbon emisi rendah.
Sekretaris Eksekutif Badan PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) Christiana Figueres mengatakan Kesepakatan Cancun menunjukkan bahwa negara-negara bisa bekerja bersama untuk menghasilkan suatu konsensus. "Hal itu menunjukkan sinyal kuat bahwa mereka sepakat menuju masa depan yang rendah emisi dan setuju aksi penurunan emisi mereka bisa dihitung dan dipertanggungjawabkan," katanya.
Beragam komentar muncul dari kelompok lingkungan hidup internasional. "Cancun telah menyelamatkan proses, tapi belum menolong krisis iklim," kata Direktur Kebijakan Iklim Internasional Greenpeace Wendel Trio. Menurut dia, PBB gagal menjalani proses, namun Cancun menunjukkan adanya kerja sama antarpemerintah yang telah bergerak maju untuk mencapai kesepakatan global.
Friends of the Earth International mengatakan Kesepakatan Cancun merupakan, "Sebuah tamparan di wajah mereka yang sudah menderita dari perubahan iklim." Maklum, kenaikan suhu bumi dapat mencapai 5 derajat Celsius. Hal ini terjadi, kata Direktur Friends of Earth International Nnimmo Bass, karena kurangnya ambisi dan kemauan politik sekelompok kecil negara, seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Jepang.
Direktur Oxfam Jeremy Hobbs menjelaskan, semua pihak perlu membangun kemajuan dari Konferensi Iklim Cancun yang dimulai pada 29 November lalu. Sebab, ujarnya, pendanaan jangka panjang harus dijamin aman untuk membantu negara-negara yang rentan guna melindungi diri mereka sendiri.
UNTUNG WIDYANTO | THE GUARDIAN | BBC