Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Manipulasi Sang Koboi Versi ClimateLeaks

image-gnews
Presiden Amerika Barrack Obama dan beberapa kepala negara Eropa di Konferensi Iklim Kopenhagen, Desember 2009.
Presiden Amerika Barrack Obama dan beberapa kepala negara Eropa di Konferensi Iklim Kopenhagen, Desember 2009.
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta - Felipe Calderon, Presiden Meksiko, yang menjadi tuan rumah Konferensi Para Pihak PBB untuk Perubahan Iklim ke-16 atau "The Sixteenth Conference of Party (COP)", dipuji banyak pihak. Orang-orang Meksiko, kata Direktur Kebijakan Perubahan Iklim Conservation International Becky Chaca, mencoba dengan keras mempertahankan suasana terbuka dan merangkul semua pihak. "Di Kopenhagen, ada tekanan dan teks yang ditulis dilakukan di balik pintu tertutup dan tidak semua orang ikut dalam proses itu," kata Becky, mengomentari berakhirnya Konferensi Iklim Cancun pada Sabtu (11/12) dinihari lalu.

Sekretaris Eksekutif Badan PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) Christiana Figueres juga mengakui bahwa Cancun Agreements atau Kesepakatan Cancun lahir dari proses yang transparan dan terbuka yang menguntungkan semua pihak. Konferensi Iklim Cancun ini berlangsung pada 29 November sampai 11 Desember 2010. Christina dari Kosta Rica memang baru enam bulan menjabat Sekretaris UNFCCC. Pada waktu Konferensi Iklim di Kopenhagen Desember 2009, posisi itu dijabat Yvo de Boer dari Belanda.


Tuduhan Becky soal tekan-menekan di Kopenhagen memang beralasan setelah situs WikiLeaks membocorkan kawat-kawat diplomatik pemerintah Amerika Serikat pekan lalu. Pada 31 Juli 2009, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengirim kawat rahasia kepada diplomatnya agar mengincar diplomat negara lain yang bertugas di PBB, termasuk yang menangani perubahan iklim.
Kawat itu berasal dari CIA dengan maksud melihat posisi dan tawaran negara-negara pihak menjelang Konferensi Kopenhagen. Para diplomat diperintahkan mengincar rancangan traktat dan kesepakatan yang akan disetujui.

Situs WikiLeaks membeberkan kawat-kawat diplomatik menjelang Konferensi Kopenhagen berakhir hingga Februari 2010. Konferensi itu sendiri menghasilkan Copenhagen Accord, yang ditolak dua pertiga negara. Kesepakatan itu dibuat setelah kedatangan Presiden Barrack Obama di Kopenhagen.

Tuan rumah Denmark hanya mengundang Obama serta beberapa kepala negara di Eropa dan lainnya untuk merumuskan Copenhagen Accord. Ketika dibawa ke sidang pleno, konsep itu ditolak Venezuela, Bolivia, dan sejumlah negara lain. Sebelumnya, memasuki pekan kedua Konferensi Kopenhagen, beredar dokumen yang berisi hasil kesepakatan. Dokumen yang bocor ini kabarnya dibuat Denmark dan beberapa negara maju lainnya.

Berdasarkan bocoran kawat diplomatik soal iklim atau ClimateLeaks, rupanya beberapa negara yang hadir di Kopenhagen berhasil dibujuk untuk sebuah kesepakatan dengan iming-iming bantuan US$ 30 miliar.
Lalu dua minggu setelah Konferensi Kopenhagen, Menteri Luar Negeri Maladewa Ahmed Shaheed menulis surat kepada sejawatnya, Hillary Clinton. Dia mengekspresikan keinginan untuk mendukung kesepakatan.

Pada 23 Februari 2010, Duta Besar Maladewa yang dirancang untuk posisi AS, Abdul Ghafoor Mohamed, berkata kepada wakil utusan iklim AS, Jonathan Pershing, bahwa negaranya menginginkan "bantuan nyata". Ghafoor mengatakan negara lain kemudian akan tergiur merealisasi "manfaat bantuan yang diraih dengan mengikuti perjanjian" yang dilakukan Maladewa.

Dari kawat pada 11 Februari, Pershing bertemu dengan Ketua Komisi Aksi Iklim Uni Eropa Connie Hedegaard di Brussels, Belgia. Hedegaard (yang menjadi Presiden Konferensi Iklim Kopenhagen) mengatakan negara-negara kecil bisa menjadi sekutu terbaik sehubungan dengan kebutuhan mereka akan bantuan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun mereka berpikir soal cara pencarian bantuan US$ 30 miliar. Hedegaard mengajukan usulan dan bertanya apakah semua bantuan AS berbentuk tunai atau sekadar melakukan "kreativitas akuntansi". Pershing mengatakan, "Para donor harus menyeimbangkan keperluan politik soal bantuan itu dengan kendala ketatnya anggaran negara." Ternyata banyak dari janji bantuan untuk lingkungan itu merupakan pengalihan dari bantuan yang sudah pernah dijanjikan untuk urusan lain.

Kawat lain tertanggal 2 Februari 2009 menceritakan kabar dari Addis Ababa soal pertemuan antara Wakil Menteri Luar Negeri AS Maria Otero dan Perdana Menteri Etiopia Meles Zenawi, yang akan memimpin pertemuan perubahan iklim Uni Afrika.

Kawat rahasia ini ternyata memuat ancaman tegas Abang Sam terhadap Zenawi: "Tanda tangani perjanjian atau diskusi harus berakhir sekarang." Zenawi menjawab bahwa negaranya mendukung kesepakatan, asalkan ada jaminan personal dari Presiden Barack Obama.

Rangkaian kawat itu menunjukkan perilaku koboi ala Amerika Serikat. Negara adidaya yang menolak Protokol Kyoto ini menggunakan janji manis, ancaman, aksi spionase, manipulasi akuntasi, dan perjanjian iklim. Tidak mengherankan jika banyak negara berkembang menyebut Copenhagen Accord sebagai barang haram.

UNTUNG WIDYANTO | THE GUARDIAN

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

2 hari lalu

Ilustrasi kekeringan: Warga berjalan di sawah yang kering akibat kemarau di Rajeg, Kabupaten Tangerang, Banten. ANTARA FOTO/Fauzan/ama.
Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

Jakarta dan Banten diperkirakan memasuki musim kemarau mulai Juni mendatang, dan puncaknya pada Agustus. Sedikit mundur karena anomali iklim.


Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

8 hari lalu

Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mengecek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur, Senin (18/3/2024), yang direncanakan menjadi lokasi upacara HUT Ke-79 RI pada 17 Agustus 2024. ANTARA/HO-Biro Humas Setjen Kemhan RI.
Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

AMAN mengidentifikasi belasan masyarakat adat di IKN Nusantara dan sekitarnya. Mereka terancam rencana investasi proyek IKN dan dampak krisis iklim.


13 Persen Resort Ski Dunia Diprediksi Gundul dari Salju Pada 2100

8 hari lalu

Australia dalam sepekan harus menyiapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona di resor ski. Foto: @thredboresort
13 Persen Resort Ski Dunia Diprediksi Gundul dari Salju Pada 2100

Studi hujan salju di masa depan mengungkap ladang ski dipaksa naik ke dataran lebih tinggi dan terpencil. Ekosistem pegunungan semakin terancam.


Studi Terbaru: IKN Nusantara dan Wilayah Lain di Kalimantan Terancam Kekeringan Ekstrem pada 2050

9 hari lalu

Pekerja menyelesaikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis 15 Februari 2024. Pembangunan PLTS tersebut untuk fase pertama sebesar 10 megawatt (MW) dari total kapasitas 50 MW yang akan menyuplai energi terbarukan untuk IKN dan akan beroperasi pada 29 Pebruari 2024. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Studi Terbaru: IKN Nusantara dan Wilayah Lain di Kalimantan Terancam Kekeringan Ekstrem pada 2050

Kajian peneliti BRIN menunjukkan potensi kekeringan esktrem di IKN Nusantara dan wilayah lainnya di Kalimantan pada 2033-2050. Dipicu perubahan iklim.


Cawe-cawe Jokowi Dipertanyakan dalam Sidang PBB, TPN: Cerminan Citra Jokowi di Mata Dunia

13 hari lalu

Penjelasan Jokowi Soal Presiden Cawe-cawe Jelang Pemilu 2024
Cawe-cawe Jokowi Dipertanyakan dalam Sidang PBB, TPN: Cerminan Citra Jokowi di Mata Dunia

TPN Ganjar-Mahfud menilai sosoran PBB soal cawe-cawe Jokowi, telah membuat citra bekas Wali Kota Solo itu menjadi buruk di mata dunia.


BRIN Genjot Penelitian Mengenai Krisis Air, Apa Saja Solusi yang Dikembangkan?

14 hari lalu

Sejumlah warga Muara Angke membawa jerigen saat melakukan aksi di depan Gedung Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa, 22 Februari 2022. Para warga yang datang dari blok Limbah, blok Eceng dan blok Empang RW 022 Muara Angke ini menggelar aksi terkait krisis air bersih yang melanda di pemukiman mereka. Selain meminta layanan air bersih, mereka juga meminta agar PAM Jaya melakukan pelayanan suplai air minum menggunakan kios air sementara untuk warga sebanyak 293.208 liter per hari, dan pemberlakuan tarif air sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 57 tahun 2021 yaitu seharga Rp. 1.575,-/ meter kubik. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
BRIN Genjot Penelitian Mengenai Krisis Air, Apa Saja Solusi yang Dikembangkan?

BRIN mendorong penguatan riset dan inovasi terkait solusi krisis air. Berbagai teknologi pengelolaan air dikembangkan.


Komisi Fatwa MUI Pergi ke Kalteng dan Riau Sebelum Haramkan Deforestasi

26 hari lalu

Pemandangan udara terlihat dari kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, 6 Juli 2010. REUTERS/Crack Palinggi/File Foto
Komisi Fatwa MUI Pergi ke Kalteng dan Riau Sebelum Haramkan Deforestasi

MUI mengeluarkan fatwa yang mengharamkan penggundulan hutan (deforestasi) serta pembakaran hutan dan lahan yang berdampak pada krisis iklim.


Ashoka dan Kok Bisa Seleksi 29 Finalis Penemu Solusi Krisis Iklim

27 hari lalu

Pengrajin membuat kerajinan daur ulang sampah di Bank Sampah Persatuan, Pondok Kelpa, Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat, 26 Januari 2024. Bank Sampah yang di dirikan pada 2019 ini memperkerjakan sejumlah ibu-ibu rumah tangga untuk membuat kerajinan dari olahan sampah plastik yang dijadikan menjadi tas, lampu hias hingga berbagai ornamen dan memiliki nilai jual mulai dari 30 ribu hingga 130 ribu per produknya. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Ashoka dan Kok Bisa Seleksi 29 Finalis Penemu Solusi Krisis Iklim

Ashoka dan Kok Bisa menyaring para pemilik inisiatif baru untuk menghadapi tantangan perubahan iklim.


Peneliti yang Sebut Puting Beliung Rancaekek Tornado Menilai Banyak Ilmuwan Tak Paham Perubahan Iklim

28 hari lalu

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin saat ditemui seusai acara Media Lounge Discussion perihal cuaca ekstrem, Rabu 31 Januari 2024. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi
Peneliti yang Sebut Puting Beliung Rancaekek Tornado Menilai Banyak Ilmuwan Tak Paham Perubahan Iklim

Peneliti di BRIN ini paparkan tiga fenomena cuaca ekstrem yang dulu tak dibayangkan bakal bisa terjadi di Indonesia


WALHI Apresiasi dan Beri Catatan Fatwa MUI soal Perubahan Iklim

29 hari lalu

Aktivis lingkungan WALHI Jakarta saat melakukan aksi di depan Kedutaan Besar Jepang, Jakarta, Rabu 3 Agustus 2022. Dalam aksinya, aktivis mengkritisi Japan Energy Summit 2022  yang sedang berlangsung di Tokyo. Dalam pertemuan tersebut transisi energi masih memberi ruang terhadap solusi palsu untuk mengatasi perubahan iklim. TEMPO/Subekti.
WALHI Apresiasi dan Beri Catatan Fatwa MUI soal Perubahan Iklim

WALHI menyambut baik fatwa MUI nomor 86 tahun 2023 tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global. Ada juga catatan atas fatwa itu.